AD/ART PGRI
KEPUTUSAN
KONGRES XX
PERSATUAN
GURU REPUBLIK INDONESIA
Nomor
: IV/KONGRES/XX/PGRI/2008
Tentang
PENYEMPURNAAN ANGGARAN DASAR DAN
ANGGARAN RUMAH TANGGA PGRI
A
DENGAN
RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, KONGRES XX PGRI;
Menimbang
|
:
|
|
Mengingat
|
:
|
|
Memperhatikan
|
:
|
Saran dan pendapat yang berkembang
dalam sidang-sidang Kongres XX PGRI.
|
M E M U
T U S K A N :
|
||
Menetapkan
|
:
|
KEPUTUSAN KONGRES XX PGRI TENTANG
PENYEMPURNAAN ANGGARAN DASAR DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA PERASTUAN GURU
REPUBLIK INDONESIA.
|
Pertama
|
:
|
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah
Tangga PGRI yang telah disempurnakan, sebagaimana tercantum dalam lampiran
yang menjadi bagian tidak terpisahkan dengan keputusan ini.
|
Kedua
|
:
|
Menyatakan berlakunya Anggaran
Dasar Dan Anggaran Rumah Tangga PGRI yang disempurnakan tersebut di
semua tingkat, dan jajaran organisasi PGRI.
|
Ketiga
|
:
|
Keputusan ini mulai berlaku sejak
tanggal ditetapkan.
|
Ditetapkan di
: Palembang
Pada
tanggal : 3 Juli 2008
|
|
PENGURUS
BESAR PGRI
SELAKU
PIMPINAN KONGRES XX PGRI
|
|
Ketua,
Prof.
Dr. H. Muhamad Surya
|
Sekretaris Jenderal,
Drs.
H. Soemardhi Thaher
|
LAMPIRAN
KEPUTUSAN KONGRES XX
PERSATUAN
GURU REPUBLIK INDONESIA
Nomor
: IV/KONGRES/XX/PGRI/2008
Tentang
PENYEMPURNAAN ANGGARAN DASAR DAN
ANGGARAN RUMAH TANGGA PGRI
ANGGARAN
DASAR
PEMBUKAAN
Didorong
oleh keinginan luhur untuk berperanserta secara aktif menegakkan, mengamankan,
mengisi dan melestarikan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945 serta usaha mencerdaskan kehidupan
bangsa seperti terkandung dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dan
mewujudkan peningkatan harkat, martabat, dan kesejahteraan guru khususnya serta
tenaga kependidikan pada umumnya, maka perlu dibentuk suatu organisasi.
Atas
berkat dan rahmat Tuhan Yang Maha Esa, maka pada 25 November 1945 dalam kongres
guru Indonesia di Surakarta, telah didirikan satu organisasi guru dengan nama
Persatuan Guru Republik Indonesia disingkat PGRI.
PGRI
sebagai tempat terhimpunnya segenap guru dan tenaga kependidikan lainnya
merupakan organisasi perjuangan, organisasi profesi, dan organisasi
ketenagakerjaan yang berdasarkan Pancasila, bersifat unitaristik,
independen, dan tidak berpolitik praktis, secara aktif menjaga, memelihara,
mempertahankan, dan meningkatkan persatuan dan kesatuan bangsa yang
dijiwai semangat kekeluargaan, kesetiakawanan sosial yang kokoh serta sejahtera
lahir batin, dan kesetiakawanan organisasi baik nasional maupun
internasional.
PGRI
beserta seluruh anggotanya secara terus menerus berupaya mewujudkan
pengabdiannya melalui pembinaan profesi guru dan tenaga kependidikan lainnya,
membina serta mengembangkan pendidikan dan kebudayaan bagi pembangunan
Indonesia dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa berdasarkan Pancasila dan
Undang Undang Dasar 1945.
PGRI
sebagai organisasi perjuangan mengemban amanat cita-cita Proklamasi 17 Agustus
1945, menjamin, menjaga, dan mempertahankan keutuhan dan kelangsungan
Negara Kesatuan Republik Indonesia, dengan membudayakan nilai nilai luhur
Pancasila.
Guru
sebagai salah satu pilar pelaksana pembangunan pendidikan dituntut memiliki
integritas dan kemampuan profesional yang tinggi agar mampu melaksanakan darma
baktinya dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. PGRI bertujuan dan berupaya
membina, mempertahankan, dan meningkatkan harkat dan martabat guru melalui
peningkatan kemampuan profesionalnya dan kesejahteraan guru beserta
keluarganya.
Atas
dasar hal-hal tesebut di atas maka disusunlah anggaran dasar dan anggaran
rumah tangga sebagai berikut :
BAB
I
NAMA, WAKTU DAN KEDUDUKAN
NAMA, WAKTU DAN KEDUDUKAN
Pasal
1
(1)
Organisasi ini bernama Persatuan Guru Republik Indonesia disingkat PGRI.
(2)
Persatuan Guru Republik Indonesia didirikan pada 25 November 1945 dalam Kongres
Guru Indonesia di Surakarta untuk waktu yang tidak ditentukan.
(3)
Organisasi tingkat nasional berkedudukan di ibukota negara Republik Indonesia.
BAB
II
D
A S A R
Pasal
2
PGRI
berdasarkan Pancasila dan Undang undang Dasar 1945
BAB
III
JATI
DIRI
Pasal
3
PGRI
adalah organisasi perjuangan, organisasi profesi dan organisasi ketenagakerjaan
BAB
IV
SIFAT DAN SEMANGAT
SIFAT DAN SEMANGAT
Pasal
4
(1)
PGRI adalah organisasi yang bersifat :
- a. Unitaristik tanpa memandang perbedaan ijazah, tempat kerja, kedudukan, agama, suku, golongan, gender, dan asal-usul.
- Independen yang berlandaskan pada prinsip kemandirian organisasi dengan mengutamakan kemitrasejajaran dengan berbagai pihak.
- c. Non partai politik, bukan merupakan bagian dari dan tidak berafiliasi kepada partai politik.
(2)
PGRI memiliki dan melandasi kegiatannya pada semangat demokrasi, kekeluargaan,
keterbukaan dan tanggung jawab etika, moral serta hukum.
BAB
V
KEDAULATAN
Pasal
5
Kedaulatan
organisasi ada di tangan anggota dan dilaksanakan sepenuhnya oleh Kongres.
BAB
VI
TUJUAN
Pasal
6
PGRI
bertujuan :
a
Mewujudkan cita-cita Proklamasi Kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia,
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
b
Berperanserta aktif mencapai tujuan nasional dalam mencerdaskan bangsa dan
membentuk manusia Indonesia seutuhnya.
c
Berperanserta mengembangkan sistem dan pelaksanaan pendidikan nasional.
d
Mempertinggi kesadaran dan sikap guru, meningkatkan mutu dan kemampuan profesi
guru dan tenaga kependidikan lainnya, dan
e
Menjaga, memelihara, membela serta
meningkatkan harkat dan martabat guru dan tenaga kependidikan melalui peningkatan
kesejahteraan serta kesetiakawanan anggota.
BAB
VII
TUGAS DAN FUNGSI
TUGAS DAN FUNGSI
Pasal
7
PGRI
mempunyai tugas dan fungsi sebagai berikut :
- Meningkatkan keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
- b. Membela, mempertahankan, mngamankan dan mengamalkan Pancasila.
- c. Mempertahankan dan melestarikan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
- Meningkatkan integritas bangsa dan serta menjaga tetap terjamin dan terpeliharanya keutuhan kesatuan dan persatuan bangsa.
- Melaksanakan dan mengembangkan Sistem Pendidikan Nasional.
- Membina dan bekerja sama dengan Himpunan/Ikatan/Asosiasi Profesi dan Keahlian Sejenis di bidang pendidikan yang secara sukarela menyatakan diri bergabung dan/atau bermitra dengan PGRI.
- Mempersatukan semua guru dan tenaga kependidikan di semua jenis, jenjang dan satuan pendidikan guna meningkatkan pengabdian dan peranserta di dalam pembangunan nasional.
- Mengupayakan dan mengevaluasi terlaksananya peningkatan kualifikasi akademik, sertifikasi, akreditasi, sebagai lisensi bagi pengukuhan kompetensi profesi guru.
- Menegakkan dan melaksanakan Kode Etik dan Ikrar Guru Indonesia sesuai peraturan organisasi
- Mengadakan hubungan kerjasama dengan lembaga–lembaga pendidikan, organisasi yang bergerak di bidang pendidikan, dan/atau organisasi kemasyarakatan umumnya dalam rangka peningkatan mutu pendidikan dan/atau kebudayaan.
- Memelihara, membina dan mengembangkan kebudayaan nasional serta memelihara kebudayaan daerah dalam rangka memperkaya kebudayaan nasional.
- Menyelenggarakan dan membina anak lembaga PGRI.
- Memelihara dan mempertinggi kesadaran guru akan profesinya untuk meningkatkan mutu, keahlian, kemampuan, pengabdian, prestasi dan kerjasama.
- Membentuk, memelihara dan meningkatkan mutu keorganisasi PGRI
BAB
VIII
KODE ETIK DAN IKRAR GURU INDONESIA
KODE ETIK DAN IKRAR GURU INDONESIA
Pasal
8
(1)
PGRI memiliki dan melaksanakan Kode Etik dan Ikrar Guru Indonesia.
(2)
Kode Etik dan Ikrar Guru Indonesia tersebut dalam ayat (1) pasal ini diatur
dalam Anggaran Rumah Tangga dan peraturan tersendiri.
BAB
IX
ATRIBUT
Pasal
9
(1)
PGRI memiliki atribut organisasi yang terdiri dari Lambang, Panji, Pakaian
Seragam, Hymne dan Mars PGRI.
(2)
Atribut organisasi tersebut pada ayat (1) pasal ini diatur dalam ketentuan
tersendiri
BAB
X
KEANGGOTAAN, KEWAJIBAN DAN HAK
KEANGGOTAAN, KEWAJIBAN DAN HAK
Pasal
10
Yang
dapat diterima menjadi anggota PGRI adalah warga negara Republik Indonesia,
yang dengan sukarela mengajukan permohonan menjadi anggota serta memenuhi
persyaratan yang ditentukan dalam Anggaran Rumah Tangga.
Pasal
11
Keanggotaan
berakhir :
atas
permintaan sendiri.
karena
diberhentikan, atau
karena
meninggal dunia.
Pasal
12
(1)
Setiap anggota berkewajiban :
- Menjunjung tinggi nama dan kehormatan organisasi serta Kode Etik dan Ikrar Guru Indonesia.
- Mematuhi Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, peraturan-peraturan dan disiplin organisasi.
- Melaksanakan program organisasi secara aktif
(2)
Tatacara melaksanakan kewajiban anggota diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
Pasal
13
(1)
Setiap anggota mempunyai :
- hak bicara;
- hak suara;
- hak memilih;
- hak dipilih;
- hak membela diri;
- hak untuk memperjuangkan peningkatan harkat dan martabatnya.
- hak memperoleh pembelaan dan perlindungan hukum.
(2)
Tatacara penggunaan dan pelaksanaan hak anggota diatur dalam Anggaran Rumah
Tangga.
BAB
XI
SUSUNAN DAN PERANGKAT
KELENGKAPAN ORGANISASI
SUSUNAN DAN PERANGKAT
KELENGKAPAN ORGANISASI
Pasal
14
PGRI
memiliki tata urutan/tingkat organisasi dengan susunan sebagai berikut :
- Tingkat Nasional
- Tingkat Provinsi.
- Tingkat Kabupaten/Kota.
- Tingkat Cabang/Cabang khusus.
- Tingkat Ranting.
Pasal
15
Organisasi
Tingkat Nasional meliputi seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia
Pasal
16
Organisasi
Tingkat Provinsi meliputi wilayah satu provinsi.
Pasal
17
Organisasi
Tingkat Kabupaten/Kota meliputi wilayah satu Kabupaten/Kota
Pasal
18
PGRI
Cabang/Cabang Khusus terdiri dari :
- Cabang yang meliputi wilayah satu kecamatan.
- Cabang Khusus yang meliputi satu unit kerja tertentu, baik di dalam maupun di luar negeri.
Pasal
19
Organisasi
Tingkat Ranting meliputi wilayah satu desa/kelurahan atau satu unit
kerja/satuan pendidikan/gugus sekolah.
Pasal
20
Perangkat
Kelengkapan Organisasi PGRI terdiri dari :
- Badan Pimpinan Organisasi,
- Anak Lembaga dan Badan khusus,
- Himpunan/Ikatan/Asosiasi Profesi dan Keahlian Sejenis,
- Forum Organisasi,
- Badan Penasihat,
- Dewan Kehormatan Organisasi dan Kode Etik Profesi Guru Indonesia..
BAB
XII
BADAN PIMPINAN ORGANISASI
BADAN PIMPINAN ORGANISASI
Pasal
21
Badan
pimpinan organisasi terdiri dari :
- Pengurus Tingkat Nasional disebut Pengurus Besar PGRI.
- Pengurus Tingkat Provinsi disebut Pengurus PGRI Provinsi.
- Pengurus Tingkat Kabupaten/Kota disebut Pengurus PGRI Kabupaten/Kota.
- Pengurus Tingkat Cabang/Cabang Khusus disebut Pengurus PGRI Cabang/Cabang Khusus.
- Pengurus Tingkat Ranting disebut Pengurus PGRI Ranting.
Pasal
22
(1)
Susunan, proses pencalonan, dan pemilihan Pengurus Besar PGRI, Pengurus PGRI
Provinsi, Pengurus PGRI Kabupaten/Kota, Pengurus PGRI Cabang/Cabang Khusus, dan
Pengurus Ranting ditetapkan dalam Anggaran Rumah Tangga.
(2)
Masa Bakti kepengurusan Badan Pimpinan Organisasi ditetapkan 5 (lima) tahun.
Pasal
23
(1)
Badan Pimpinan Organisasi bertugas melaksanakan program dan kegiatan
organisasi.
(2)
Badan Pimpinan Organisasi sesuai dengan tingkatannya masing-masing berwenang
menetapkan kebijakan organisasi untuk memperlancar pelaksanaan tugas organisasi
serta bertindak ke dalam dan ke luar atas nama organisasi.
(3)
Badan Pengurus Organisasi sesuai dengan tingkatannya masing-masing berkewajiban
untuk memberikan pertanggungjawaban pada forum organisasi tertinggi pada
tingkatan masing-masing.
Pasal
24
Sebelum
memulai tugasnya, seluruh anggota Badan Pimpinan Organisasi disahkan dan
dilantik oleh Badan Pimpinan Organisasi setingkat lebih tinggi kecuali seluruh
anggota Badan Pimpinan Organisasi Tingkat Nasional yang
mengucapkan janji dihadapan Kongres.
Tatacara
pelaksanaan pelantikan, pengucapan janji, dan pengesahan Badan Pimpinan
Organisasi tersebut dalam ayat (1) pasal ini diatur dalam Anggaran Rumah
Tangga.
BAB
XIII
ANAK LEMBAGA DAN BADAN KHUSUS
ANAK LEMBAGA DAN BADAN KHUSUS
Pasal
25
(1)
Untuk mengelola bidang dan/atau tugas tertentu dalam upaya mencapai tujuan
organisasi yang bersifat tetap dan jangka panjang dibentuk Anak Lembaga PGRI.
(2)
Jenis, susunan, dan tugas anak lembaga Tingkat Nasional dan pengurusnya
ditetapkan oleh Pengurus Besar PGRI.
(3)
Anak Lembaga PGRI dikoordinasikan oleh Badan Pimpinan Organisasi sesuai
tingkatannya masing-masing.
(4)
Masa bakti kepengurusan Anak Lembaga PGRI ditetapkan sama dengan masa bakti
Badan Pimpinan Organisasi sesuai tingkatannya.
(5)
Ketentuan mengenai tugas, fungsi dan kegiatan anak lembaga serta susunan dan
tata kerjanya diatur dalam peraturan tersendiri.
(6)
Semua anak lembaga harus tunduk kepada semua peraturan dan keputusan-keputusan
PGRI sebagai induk organisasinya.
Pasal
26
(1)
Untuk melaksanakan program tertentu dan dalam jangka waktu tertentu yang
ditetapkan Forum Organisasi baik sebagai upaya mencapai sasaran program
organisasi maupun dalam upaya bekerjasama dengan pihak lain, Badan Pimpinan
Organisasi di semua tingkatan dapat membentuk Badan Khusus.
(2)
Badan khusus bertanggungjawab kepada Badan Pimpinan Organisasi yang
membentuknya..
(3)
Ketentuan mengenai tugas, fungsi, dan susunan serta tata kelola Badan
Khusus diatur dalam peraturan tersendiri.
(4)
Badan Khusus yang dibentuk oleh PGRI harus tunduk kepada semua peraturan dan
keputusan-keputusan PGRI sebagi induk organisasinya
BAB
XIV
HIMPUNAN PROFESI DAN
KEAHLIAN SEJENIS
HIMPUNAN PROFESI DAN
KEAHLIAN SEJENIS
Pasal
27
(1)
Himpunan/Ikatan/Asosiasi Profesi dan Keahlian Sejenis di lingkungan
pendidikan yang secara sukarela menyatakan bergabung dan/atau berafiliasi
dengan PGRI merupakan salah satu Badan Kelengkapan Organisasi PGRI.
(2)
Hak, kewajiban, dan mekanisme hubungan kerja antara PGRI dengan
Himpunan/Ikatan/Asosiasi Profesi dan Keahlian Sejenis seperti
tersebut dalam ayat (1) pasal ini diatur dalam peraturan tersendiri.
BAB
XV
FORUM
ORGANISASI
Pasal
28
Jenis
Forum Organisasi
Jenis
Forum Organisasi :
- Kongres
- Kongres Luar Biasa
- Konferensi Kerja Nasional (KONKERNAS)
- Konferensi PGRI Provinsi (KONPROV)
- Konferensi PGRI Provinsi Luar Biasa (KONPROVLUB)
- Konferensi Kerja PGRI Provinsi (KONKERPROV)
- Konferensi PGRI Kabupaten/Kota (KONKAB/KONKOT)
- Konferensi PGRI Kabupaten/Kota Luar Biasa (KONKABLUB/ KONKOTLUB)
- Konferensi Kerja PGRI Kabupaten/Kota (KONKERKAB/ KONKERKOT)
- Konferensi Cabang/Cabang Khusus
(KONCAB/KONCABSUS)
k.
Konferensi PGRI Cabang/Cabang Khusus Luar Biasa
(KONCABLUB/KONCABSUSLUB)
l.
Konferensi Kerja PGRI Cabang/Cabang Khusus
(KONKERCAB/KONKERCABSUS)
m.
Rapat Anggota PGRI Ranting (RAPRAN)
n.
Rapat Pengurus dan Pertemuan lain
BAB
XVI
BADAN PENASIHAT
BADAN PENASIHAT
Pasal
29
(1)
Badan Pimpinan Organisasi Tingkat Nasional sampai Ranting dibantu oleh sebuah
Badan Penasihat yang diangkat, disahkan dan berhenti bersama-sama dengan
pengurus Badan Pimpinan Organisasi yang bersangkutan oleh forum organisasi yang
memilihnya.
(2)
Badan Penasihat bertugas memberikan nasihat, pertimbangan, dan saran kepada
Badan Pimpinan Organisasi baik diminta maupun tidak.
(3)
Badan Penasihat terdiri dari unsur tokoh-tokoh, pendidikan, kebudayaan,
masyarakat, dan para ahli.
(4)
Masa bakti kepengurusan Badan Penasehat ditetapkan sama dengan masa bakti
kepengurusan Badan Pimpinan Organisasi sesuai tingkatannya.
(5)
Ketentuan mengenai susunan, uraian tugas, fungsi dan cara kerja Badan Penasihat
diatur dalam Anggaran Rumah Tangga
BAB
XVII
DEWAN KEHORMATAN ORGANISASI
DEWAN KEHORMATAN ORGANISASI
DAN
KODE ETIK PROFESI GURU INDONESIA
Pasal
30
(1)
Terkecuali untuk organisasi tingkat cabang dan ranting, Badan Pimpinan
Organisasi dapat membentuk Dewan Kehormatan Organisasi yang terdiri dari unsur
Badan Penasehat, unsur Badan Pimpinan Organisasi, unsur Himpunan/Ikatan/Asosiasi
Profesi dan Keahlian Sejenis dan unsur keahlian sesuai keperluan.
(2)
Dewan Kehormatan Organisasi bertugas memberikan saran, pendapat, dan
pertimbangan tentang pelaksanaan, penegakan, dan pelanggaran disiplin
organisasi dan Kode Etik Profesi Guru Indonesia.
BAB
XVIII
PERBENDAHARAAN
PERBENDAHARAAN
Pasal
31
(1)
Sumber keuangan diperoleh dari :
- Uang pangkal,
- Urang Iuran,
- Sumbangan tetap para donatur,
- Sumbangan-sumbangan yang tidak mengikat,
- Usaha-usaha lain yang sah.
(2)
Kekayaan Organisasi dibukukan dan diinventarisasikan sebaik-baiknya.
(3)
Ketentuan mengenai tata cara pengelolaan keuangan dan kekayaan organisasi
diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
BAB
XIX
PERUBAHAN ANGGARAN DASAR
PERUBAHAN ANGGARAN DASAR
Pasal
32
(1)
Perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga adalah wewenang Kongres.
(2)
Kongres yang dimaksud pada ayat (1) pasal ini, sah apabila dihadiri lebih dari
½ (satu perdua) jumlah Kabupaten/Kota yang mewakili lebih dari ½ (satu perdua)
jumlah suara.
(3)
Perubahan AD/ART harus disetujui oleh sekurang-kurangnya 2∕3 (dua pertiga)
dari jumlah suara yang hadir.
BAB
XX
PEMBUBARAN
Pasal
33
(1)
Pembubaran organisasi diputuskan oleh Kongres yang diadakan khusus untuk keperluan
itu.
(2)
Kongres yang dimaksud pada ayat (1) pasal ini, sah apabila dihadiri
sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) jumlah Pengurus PGRI Kabupaten/Kota yang
mewakili lebih dari 2/3 (dua pertiga) jumlah suara.
(3)
Pembubaran wajib disetujui sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) jumlah suara
yang hadir.
(4)
Apabila Kongres memutuskan pembubaran, maka dalam keputusan tersebut ditentukan
pedoman dan tata kerja organisasi dalam keadaan likuidasi.
BAB
XXI
P E N U T U P
P E N U T U P
Pasal
34
(1)
Hal-hal yang belum ditetapkan dalam Anggaran Dasar ini diatur dalam Anggaran
Rumah Tangga dan/atau peraturan organisasi.
(2)
Anggaran Dasar ini berlaku sejak tanggal ditetapkan Kongres.
ANGGARAN
RUMAH TANGGA
PERSATUAN
GURU REPUBLIK INDONESIA
BAB
I
KODE ETIK PROFESI GURU INDONESIA DAN
KODE ETIK PROFESI GURU INDONESIA DAN
IKRAR
GURU INDONESIA
Pasal
1
(1)
Kode Etik dan Ikrar Guru Indonesia
(2)
Kode Etik Profesi Guru Indonesia merupakan etika jabatan guru yang menjadi
landasan moral dan pedoman tingkah laku profesi yang dijunjung tinggi, diamalkan
dan diamankan oleh setiap guru Indonesia.
(3)
Ikrar Guru Indonesia merupakan penegasan kebulatan tekad anggota PGRI dalam
penghayatan dan pengamalan Kode Etik Profesi Guru Indonesia.
(4)
Kode Etik dan Ikrar Guru Indonesia tercantum dalam naskah tersendiri.
(5)
Setiap anggota PGRI wajib memahami, menghayati, mengamalkan dan menjunjung
tinggi Kode Etik Profesi Guru Indonesia dan Ikrar Guru Indonesia.
(6)
Tata cara penggunaan dan pengucapan Ikrar Guru Indonesia diatur lebih lanjut
dalam ketentuan tersendiri.
BAB
II
KEANGGOTAAN
Pasal
2
Jenis
Keanggotaan
Jenis
Keanggotaan terdiri dari :
- Anggota biasa,
- Angggota luar biasa,
- Anggota kehormatan.
Pasal
3
Anggota
Biasa
Yang
dapat menjadi anggota biasa adalah :
- Para guru/dosen dan tenaga kependidikan,
- Para ahli yang menjalankan pekerjaan pendidikan,
- Mereka yang menjabat pekerjaan di bidang pendidikan,
- Pensiunan yang dimaksud dalam butir (a), (b), dan (c) pasal ini yang tidak menyatakan dirinya keluar dari keanggotaan PGRI.
Pasal
4
Anggota
luar Biasa
Yang
dapat menjadi anggota luar biasa :
- Para petugas lain yang erat kaitannya dengan tugas kependidikan,
- Mereka yang berijazah lembaga pendidikan tetapi tidak bekerja di bidang pendidikan.
Pasal
5
Anggota
Kehormatan
Anggota
kehormatan ialah mereka yang atas usul Pengurus Besar, Pengurus Provinsi,
Pengurus Kabupaten/Kota diangkat dan ditetapkan oleh Kongres, Konferensi
Provinsi dan Konferensi Kabupaten/Kota, karena jasa-jasanya terhadap pendidikan
dan organisasi.
Pasal
6
Tata
cara Penerimaan Keanggotaan
(1)
Keanggotaan biasa atau luar biasa dapat diperoleh dengan jalan mengajukan surat
permintaan menjadi anggota kepada Pengurus Cabang/Cabang Khusus melalui
Pengurus PGRI Ranting,
(2)
PGRI Cabang/Cabang khusus yang tidak mempunyai Ranting, surat permintaan
sebagai anggota disampaikan langsung kepada Pengurus PGRI Cabang/Cabang
Khusus,
(3)
Pengurus PGRI Cabang/Cabang Khusus menyetujui permintaan keanggotaan dan
melaporkannya kepada Pengurus PGRI Kabupaten/Kota untuk menerbitkan kartu anggota
bagi anggota yang bersangkutan,
(4)
Untuk Cabang Khusus di instansi tingkat provinsi dan perguruan tinggi,
permintaan menjadi anggota dapat diurus langsung oleh Pengurus PGRI Provinsi di
daerahnya.
(5)
Pada instansi tingkat Nasional dan satuan pendidikan Indonesia di luar negeri,
keanggotaannya diurus dan ditangani oleh Pengurus Besar PGRI.
(6)
Dalam surat permintaan itu disebutkan antara lain :
¾
Nama
¾
Jenis Kelamin
¾
Tempat dan Tanggal Lahir
¾
Pekerjaan
¾
Agama
¾
Alamat Pekerjaan
¾
Alamat Tempat Tinggal
¾
Ijazah yang dimiliki
(7)
Keanggotaan disahkan dengan surat pengesahan serta pemberian kartu anggota oleh
Pengurus Kabupaten/Kota atau oleh Pengurus PGRI Cabang/Cabang Khusus yang jauh
dari tempat kedudukan Pengurus PGRI Kabupaten/Kota.
(8)
Keanggotaan harus terdaftar mulai dari Pengurus Ranting sampai dengan Pengurus
Besar.
(9)
Pengadaan kartu anggota dilaksanakan oleh Pengurus Kabupaten/Kota.
(10)
Kartu anggota berlaku selama 5 tahun.
Pasal
7
Penolakan
dan Permintaan Ulang Keanggotaan
(1)
Wewenang penolakan permintaan menjadi anggota, dilakukan oleh Pengurus PGRI
Kabupaten/Kota atau Pengurus PGRI Provinsi yang diberi wewenang untuk
mengurusnya jika persyaratan seperti tercantum dalam pasal 6 Anggaran Rumah
Tangga tidak dipenuhi.
(2)
Jika permintaan menjadi anggota ditolak, yang berkepentingan boleh mengajukan
permintaan ulang kepada instansi organisasi yang lebih tinggi, sampai kepada
Pengurus PGRI Provinsi.
(3)
Untuk instansi tingkat nasional, provinsi, perguruan tinggi dan satuan
pendidikan Indonesia di luar negeri, pengajuan permintaan ulang tersebut
disampaikan kepada Pengurus Besar PGRI.
Pasal
8
Kepindahan
Anggota
(1)
Seorang anggota yang pindah ke Cabang/Cabang Khusus lain, wajib memberi tahu
Pengurus PGRI Cabang/Cabang Khusus asal dan melapor kepada Pengurus PGRI
Cabang/Cabang Khusus ditempat yang baru.
(2)
Pengurus PGRI Cabang/Cabang Khusus yang melepas maupun yang menerima wajib
melaporkan mutasi tersebut ke Pengurus PGRI Kabupaten/Kota.
Pasal
9
Kewajiban
Anggota
Anggota
mempunyai kewajiban untuk :
- Menaati Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, peraturan serta ketentuan organisasi,
- Menjunjung tingggi Kode Etik dan Ikrar Guru Indonesia,
- Mematuhi peraturan dan disiplin organisasi,
- Melaksanakan program, tugas, serta misi organisasi,
- Membayar uang pangkal dan iuran anggota,
- Memberikan sumbangan sukarela kepada PGRI jika secara langsung maupun tidak langsung memperoleh penghasilan karena organisasi dan/atau ada kaitannya dengan organisasi.
Pasal
10
Hak
Anggota
(1)
Anggota biasa memiliki :
- Hak Pilih, yaitu hak untuk memilih dan dipilih menjadi pengurus organisasi,
- Hak Suara, yaitu hak untuk memberikan suaranya pada waktu pemungutan suara,
- Hak Bicara, yaitu hak untuk mengeluarkan pendapat baik secara lisan maupun tertulis,
- Hak Membela Diri, yaitu hak untuk menyampaikan pembelaan diri atas tindakan disiplin organisasi yang dijatuhkan kepadanya atau atas pembatasan hak-hak keanggotaannya, dan
- Hak memperoleh kesejahteraan, pembelaan dan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugasnya.
(2)
Anggota luar biasa memiliki hak bicara, yaitu hak untuk mengeluarkan pendapat
baik lisan maupun tertulis.
(3)
Anggota kehormatan memiliki hak bicara, yaitu hak untuk mengeluarkan pendapat
baik secara lisan tertulis.
Pasal
11
Disiplin
Organisasi
(1)
Tindakan disiplin dapat dikenakan kepada anggota yang :
- Dianggap telah melanggar Kode Etik Profesi Guru Indonesia, Ikrar Guru Indonesia, Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga, serta disiplin organisasi.
- Tidak membayar uang iuran selama 3 (tiga) bulan berturut-turut dengan tidak ada alasan yang dapat dibenarkan oleh organisasi.
(2)
Tindakan disiplin berupa :
- Peringatan lisan atau tertulis,
- Pemberhentian/pembebasan selaku pengurus organisasi,
- Pemberhentian/pembebasan sementara sebagai anggota, dan
- Pemberhentian.
(3)
Pemberhentian/pembebasan sementara :
- Sebagai anggota biasa/luar biasa dilakukan oleh Pengurus PGRICabang/Cabang Khusus atau Pengurus PGRI yang mengurus keanggotaannya.
- Selaku anggota pengurus organisasi dilakukan oleh rapat pleno pengurus organisasi yang bersangkutan dan dipertanggungjawabkan pada forum organisasi yang setingkat
- Sebagai anggota Pengurus Besar PGRI dapat dilakukan oleh keputusan rapat pleno Pengurus Besar PGRI yang dipertanggungjawabkan kepada Konferensi Kerja Nasional.
- Sebagai anggota PGRI berlaku paling lama 6 (enam) bulan dan sesudah jangka waktu tersebut wajib ditentukan apakah pemberhentian sementara itu dicabut atau dilanjutkan dengan pemberhentian tetap.
- Sebagai anggota pengurus berlaku selama-lamanya 1 (satu) tahun dan sesudah jangka waktu tersebut wajib ditentukan apakah pemberhentian sementara itu dicabut atau dilanjutkan dengan pemberhentian tetap.
(4)
Sebelum suatu tindakan disiplin dilakukan, pengurus organisasi yang mempunyai
wewenang untuk menegakkan tindakan disiplin wajib mengadakan penyelidikan yang
seksama.
(5)
Sebelum suatu tindakan disiplin dilakukan, anggota yang dianggap bersalah
diberi kesempatan membela diri dengan cukup disertai pembuktian yang sah.
(6)
Semua anggota yang terkena tindakan disiplin organisasi mempunyai hak banding
kepada instansi organisasi yang lebih tinggi sampai ke tingkat Kongres.
BAB
III
ORGANISASI TINGKAT NASIONAL
ORGANISASI TINGKAT NASIONAL
Pasal
12
Status,
Wilayah, dan Perangkat Kelengkapan Organisasi
(1)
Organisasi Tingkat Nasional merupakan institusi tertinggi organisasi yang
meliputi seluruh wilayah Republik Indonesia termasuk sekolah-sekolah Indonesia
di luar negeri yang memiliki keanggotaan PGRI.
(2)
Kongres merupakan pemegang kedaulatan tertinggi organisasi.
(3)
Organisasi Tingkat Nasional berkedudukan di Ibukota Negara Republik Indonesia.
(4)
Perangkat Kelengkapan Organisasi tingkat nasional terdiri dari :
- Pengurus Besar.
- Anak Lembaga dan Badan Khusus Tingkat Nasional.
- Himpunan/Ikatan/Asosiasi Profesi dan Keahlian
- Sejenis Tingkat Nasional.
- Kongres, Kongres Luar Biasa, Konferensi pusat, dan
- Forum organisasi lainnya Tingkat Nasional.
- Badan Penasehat Tingkat Nasional.
- Dewan Kehormatan Organisasi dan Kode Etik Profesi Guru Indonesia
BAB
IV
ORGANISASI TINGKAT PROVINSI
ORGANISASI TINGKAT PROVINSI
Pasal
13
Status,
Wilayah, dan Perangkat Kelengkapan Organisasi
(1)
Organisasi PGRI Provinsi meliputi wilayah satu provinsi.
(2)
Dalam wilayah satu provinsi tidak boleh didirikan organisasi PGRI provinsi yang
lain yang mempunyai batas wilayah yang sama.
(3)
Jika wilayah satu Provinsi berkembang menjadi lebih dari satu provinsi yang
sederajat, dapat didirikan organisasi PGRI provinsi yang baru dengan tata cara
sebagai berikut :
a
Pengurus PGRI Provinsi induk mengadakan Konferensi Khusus.
b
Konferensi Khusus menetapkan Pengurus PGRI provinsi baru sebagai penanggung
jawab organisasi di provinsi tersebut.
c
Ketentuan tentang tata cara, wewenang dan tanggung jawab penyelenggaraan
konferensi provinsi berlaku pula bagi penyelenggaraan konferensi khusus..
(4)
Perangkat Kelengkapan Organisasi PGRI Provinsi terdiri dari :
a.
Pengurus PGRI Provinsi.
b.
Anak Lembaga dan Badan Khusus
Provinsi.
c.
Himpunan/Ikatan/Asosiasi Profesi dan
KeahlianSejenis
Provinsi.
- Konferensi PGRI Provinsi, Konferensi Luar Biasa Provinsi, Konferensi Kerja PGRI Provinsi, dan forum organisasi lainnya.
e.
Badan Penasihat PGRI Provinsi.
f.
Dewan Kehormatan Organisasi dan Kode Etik Profesi Guru
Indonesia.
Pasal
14
Pengesahan
dan Penolakan Organisasi PGRI Provinsi
(1)
Pengesahan Organisasi PGRI Provinsi
- Pengesahan Organisasi PGRI Provinsi yang baru dilakukan oleh Pengurus Besar.
- Untuk memperoleh pengesahan sebagai Organisasi PGRI Provinsi, Pengurus PGRI Provinsi induk mengajukan Surat Permintaan Pengesahan kepada Pengurus Besar dengan menjelaskan :
- Nama calon Organisasi PGRI Provinsi.
- Susunan Pengurus PGRI Provinsi pertama kali.
- Alamat Pengurus/Kantor Organisasi PGRI Provinsi.
- Laporan/berita acara tentang pembentukan Organisasi PGRI Provinsi yang bersangkutan.
- Keadaan Organisasi PGRI Kabupaten/Kota/dan Organisasi PGRI Cabang/Cabang Khusus di bawahnya
- Organisasi PGRI Provinsi dianggap sah apabila sudah menerima “Surat Pengesahan” dari Pengurus Besar.
- Pengesahan diberikan apabila memenuhi ketentuan sebagai berikut :
- Pembentukannya telah sesuai dengan syarat-syarat/prosedur yang telah ditetapkan
- dalam Anggaran Rumah Tangga pasal 13ayat (1), (2), dan (3).
- Calon Organisasi PGRI Provinsi telah menyelesaikan administrasi organisasi.
- Memperlihatkan kegiatan organisasi.
(2)
Penolakan pengesahan Organisasi PGRI Provinsi
- Penolakan pengesahan Organisasi PGRI Provinsi dilakukan oleh Pengurus Besar PGRI dengan pemberitahuan melalui surat penolakan kepada yang berkepentingan dengan menjelaskan alasannya.
- Calon Organisasi PGRI Provinsi yang ditolak permintaan pengesahannya dapat mengajukan permasalahannya kepada Konferensi Kerja Nasional tahun berikutnya yang wajib diagendakan secara khusus oleh Pengurus Besar.
Pasal
15
Pembekuan,
Pencairan, dan Pembubaran Organisasi PGRI Provinsi
(1)
Pembekuan Organisasi PGRI Provinsi berarti :
- Menonaktifkan seluruh kepengurusan Organisasi PGRI Provinsi dan mencabut seluruh hak-haknya untuk mengadakan ikatan- ikatan atas nama PGRI.
- Pembekuan, dan pencairan kembali Organisasi PGRI Provinsi dilakukan oleh Pengurus Besar yang kemudian memberikan pertanggungjawabannya kepada Konferensi Kerja Nasional dengan mempertimbangkan usul dan saran Pengurus PGRI Provinsi yang bersangkutan.
- Pembekuan dilakukan karena pengurus:
- Melanggar Kode Etik dan Ikrar Guru Indonesia.
- Melanggar Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga serta ketentuan organisasi lainnya, dan
- Tidak memperlihatkan kehidupan/kegiatan organisasi.
- Pembekuan wajib didahului dengan peringatan tertulis oleh Pengurus Besar sekurang-kurangnya tiga kali berturut-turut.
- Sesudah Organisasi Provinsi dibekukan, segala kegiatan organisasi yang ada didaerahnya diurus langsung oleh Pengurus Besar dan segala urusan Organisasi PGRI Provinsi menjadi tanggung jawab Pengurus Besar.
(2)
Pencairan Organisasi PGRI Provinsi
- Pengurus Besar wajib mengidupkan kembali Organisasi PGRI Provinsi antara lain dengan menyelenggarakan Konferensi PGRI Provinsi, selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah dibekukan.
- Pengurus Besar dapat mencairkan kembali suatu Organisasi PGRI Provinsi yang dibekukan kalau Organisasi PGRI Provinsi tersebut telah dapat melakukan tugasnya secara wajar.
(3)
Pembubaran Organisasi PGRI Provinsi:
a
Organisasi PGRI dibubarkan oleh Konferensi Kerja Nasional jika 12 (dua belas)
bulan sesudah dibekukan dan setelah berbagai upaya menghidupkan kembali tidak
juga berhasil.
b
Sesudah Organisasi PGRI Provinsi dibubarkan, Organisasi PGRI Kabupaten/Kota dan
organisasi dibawahnya yang tetap memenuhi syarat diurus langsung oleh Pengurus
Besar.
c
Kekayaan Organisasi PGRI Provinsi, utang-piutang dan urusan lain-lain dari
Organisasi PGRI Provinsi yang dibubarkan menjadi tanggungjawab Pengurus Besar
d
Pembubaran serta pengalihan segala kekayaan Organisasi PGRI Provinsi oleh
Pengurus Besar wajib diumumkan melalui media massa baik cetak maupun elektronik
setempat.
BAB
V
ORGANISASI PGRI KABUPATEN/KOTA
ORGANISASI PGRI KABUPATEN/KOTA
Pasal
16
Status,
Wilayah, dan Perangkat Kelengkapan
(1)
Wilayah Organisasi PGRI Tingkat Kabupaten/Kota dapat meliputi :
- Satu Kabupaten, dan/atau
- Satu Kota
(2)
Dalam wilayah satu Organisasi PGRI Kabupaten/Kota tidak boleh didirikan
Organisasi PGRI Kabupaten/Kota lain yang mempunyai batas wilayah yang sama.
(3)
Jika wilayah satu Organisasi PGRI Kabupaten/Kota berkembang menjadi lebih dari
satu Kabupaten/Kota yang sederajat, dapat didirikan Organisasi PGRI
Kabupaten/Kota yang baru dengan tatacara sebagai berikut :
- Pengurus PGRI Kabupaten/Kota mengadakan Konferensi PGRI Kabupaten/Kota khusus untuk menetapkan pembentukan Organisasi PGRI Kabupaten/Kota baru.
- Konferensi PGRI Kabupaten/Kota tersebut menetapkan Pengurus PGRI Kabupaten/Kota yang baru sebagai penangungjawab organisasi di daerah baru tersebut.
- Ketentuan tentang tata cara, wewenang dan tanggung jawab penyelenggaraan konferensi PGRI berlaku pula bagi penyelenggara konferensi tersebut.
(4)
Perangkat Kelengkapan Organisasi PGRI Kabupaten/Kota terdiri dari :
- Pengurus PGRI Kabupaten/Kota.
- Anak Lembaga dan Badan Khusus
- Kabupaten/Kota.
- Himpunan/Ikatan/Asosiasi Profesi dan Keahlian Sejenis Kabupaten/Kota.
- Konferensi PGRI Kabupaten/Kota, Konferensi Luar Biasa PGRI Kabupaten/Kota, Konferensi Kerja PGRI Kabupaten/Kota dan forum organisasi lainnya.
- Badan Penasihat PGRI Kabupaten/Kota.
- Dewan Kehormatan Organisasi dan Kode Etik Profesi Guru Indonesia.
Pasal
17
Pengesahan
dan Penolakan
Organisasi
PGRI Kabupaten/Kota
(1)
Pengesahan organisasi PGRI Kabupaten/Kota yang baru dilakukan oleh Pengurus
Besar dengan mempertimbangkan usul dan saran Pengurus PGRI Provinsi yang
bersangkutan.
(2)
Untuk memperoleh pengesahan sebagai Organisasi PGRI Kabupaten/Kota, Pengurus
PGRI Kabupaten/Kota mengajukan Surat Permintaan Pengesahan kepada Pengurus
Besar melalui Pengurus PGRI Provinsi dengan menjelaskan :
- Nama Calon Organisasi PGRI Kabupaten/Kota.
- Susunan Pengurus PGRI Kabupaten/Kota pertama kali.
- Alamat Pengurus/Kantor Organisasi PGRI Kabupaten/Kota.
- Laporan/Berita Acara tentang pembentukan Organisasi PGRI Kabupaten/Kota yang bersangkutan.
- Keadaan Organisasi Cabang/Cabang Khusus dibawahnya.
(3)
Organisasi PGRI Kabupaten/kota dianggap sah apabila sudah menerima surat
pengesahan dari Pengurus Besar.
(4)
Pengesahan diberikan apabila memenuhi ketentuan sebagai berikut :
- Pembentukannya telah sesuai dengan syarat dan prosedur yang ditetapkan dalam Anggaran Rumah Tangga pasal 16 ayat (1), (2), dan (3).
- Calon Organisasi PGRI Kabupaten/Kota telah menyelesaikan administrasi organisasi.
- Memperlihatkan kegiatan organisasi.
- Usul dan saran Pengurus PGRI Provinsi yang bersangkutan.
(5)
Penolakan pengesahan Organisasi Kabupaten/Kota dilakukan oleh Pengurus Besar
dengan mempertimbangkan usul dan saran Pengurus PGRI Provinsi yang bersangkutan
yang diberitahukan dengan surat penolakan kepada yang berkepentingan dengan
menjelaskan alasannya.
(6)
Calon Organisasi PGRI Kabupaten/Kota yang ditolak permintaan pengesahannya
dapat mengajukan permasalahannya kepada Konferensi Kerja Nasional tahun
berikutnya yang wajib diagendakan secara khusus oleh Pengurus Besar.
Pasal
18
Pembekuan,
Pencairan, dan Pembubaran
Organisasi
PGRI Kabupaten/Kota
(1).
Pembekuan Organisasi PGRI Kabupaten/Kota
- Pembekuan Organisasi PGRI Kabupaten/Kota berarti menonaktifkan seluruh kepengurusan Organisasi PGRI Kabupaten/Kota dan mencabut seluruh hak-haknya untuk mengadakan ikatan ikatan atas nama PGRI.
- Pembekuan dilakukan karena Pengurus :
- Melanggar Kode Etik dan Ikrar Guru Indonesia.
- Melanggar Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga, dan ketentuan organisasi lainnya, dan
- Tidak memperlihatkan kehidupan/kegiatan organisasi.
- Pembekuan wajib didahului dengan peringatan tertulis oleh Pengurus Besar sekurang-kurangnya tiga kali berturut-turut.
- Sesudah Organisasi PGRI Kabupaten/Kota dibekukan, segala kegiatan organisasi dan segala urusan yang ada didaerahnya diurus langsung oleh Pengurus Besar dan menjadi tanggung jawab Pengurus Besar.
- Pengurusan kegiatan Organisasi PGRI Kabupaten/Kota yang dibekukan tersebut dalam ayat (1) butir d pasal ini dapat didelegasikan kepada Pengurus PGRI Provinsi yang berangkutan.
- Pembekuan dan pencarian kembali Organisasi PGRI Kabupaten/kota dapat dilakukan oleh Pengurus Besar dengan mempertimbangkan usul dan saran Pengurus PGRI Provinsi yang bersangkutan kemudian wajib mempertanggungjawabkannya kepada Konferensi Kerja Nasional.
(1)
Pencairan Organisasi PGRI Kabupaten/Kota
- Pengurus Besar wajib menghidupkan kembali Organisasi PGRI Kabupaten/kota antara lain dengan menyelenggarakan Konferensi PGRI Kabupaten/Kota selambat-lambatnya 6 (enam) bulan sesudah pembekuan.
- Pengurus Besar dapat mencairkan kembali suatu Organisasi PGRI Kabupaten/Kota yang dibekukan kalau Organisasi PGRI Kabupaten/Kota tersebut telah dapat melakukan tugasnya secara wajar dengan mempertimbangkan usul dan saran Pengurus PGRI Provinsi
(3)
Pembubaran Organisasi PGRI Kabupaten/Kota
a.
Organisasi PGRI Kabupaten/Kota dapat dibubarkan oleh Konferensi Kerja Nasional
jika 12 (dua belas) bulan sesudah dibekukan dan setelah berbagai upaya untuk
menghidupkan kembali tidak juga berhasil
b.
Sesudah Organisasi PGRI Kabupaten/Kota dibubarkan, Organisasi Cabang/Cabang
Khusus yang tetap memenuhi syarat
diurus
langsung oleh Pengurus Besar yang pelaksanaannya dapat didelegasikan kepada
Pengurus PGRI Provinsi yang bersangkutan atau kepada Pengurus PGRI
Kabupaten/Kota yang berdekatan.
c.
Kekayaan Organisasi PGRI Kabupaten/Kota, utang-piutang, dan urusan
lain-lain dari Organisasi PGRI Kabupaten/Kota yang dibubarkan menjadi tanggung
jawab Pengurus Besar yang pelaksanaannya dapat didelegasikan kepada Pengurus
PGRI Provinsi yang bersangkutan.
d.
Pembubaran serta pengalihan segala kekayaan Organisasi PGRI Kabupaten kota oleh
Pengurus Besar wajib diumumkan melalui media massa baik cetak maupun elektronik
setempat.
BAB
VI
ORGANISASI PGRI CABANG/CABANG KHUSUS
ORGANISASI PGRI CABANG/CABANG KHUSUS
Pasal
19
Status,
Wilayah, dan Perangkat Kelengkapan Organisasi
(1)
Wilayah Organisasi Cabang meliputi wilayah satu kecamatan.
(2)
Wilayah Organisasi Cabang Khusus dapat meliputi satu unit kerja tingkat
nasional atau tingkat provinsi, atau tingkat Kabupaten/Kota atau satu unit
kerja perguruan tinggi.
(3)
Perangkat Kelengkapan Organisasi Cabang/Cabang Khusus terdiri dari :
- Pengurus Cabang/Cabang Khusus.
- Anak Lembaga dan Badan Khusus Cabang/Cabang Khusus.
- Himpunan/Ikatan/Asosiasi Profesi dan Keahlian Sejenis Cabang/Cabang Khusus.
- Konferensi Cabang/Cabang Khusus, Konferensi Cabang/Cabang Khusus Luar Biasa, Konferensi Kerja Cabang/Cabang Khusus, dan forum organisasi lainnya.
- Badan Penasihat Cabang/Cabang Khusus.
Pasal
20
Pengesahan
dan Penolakan
Organisasi
Cabang/Cabang Khusus
Anggaran
Rumah Tangga pasal 14 dan 17 berlaku pula bagi pengesahan dan penolakan
permintaan pembentukan Cabang/Cabang Khusus, dengan ketentuan bahwa yang berhak
memberikan atau menolak permintaan pengesahan Cabang/Cabang Khusus adalah
Pengurus PGRI Provinsi dengan mempertimbangkan usul dan pendapat Pengurus PGRI
Kabupaten/Kota yang bersangkutan
Pasal
21
Pembekuan,
Pencairan, dan Pembubaran
Cabang/Cabang
Khusus
Anggaran
Rumah Tangga pasal 15 dan 18 berlaku pula bagi pembekuan, pencairan dan
pembubaran Cabang/Cabang Khusus, dengan ketentuan bahwa yang berhak menetapkan
pembekuan,pencairan, dan pembubaran adalah Pengurs PGRI Provinsi dengan
memperhatikan usul dan pendapat Pengurus PGRI Kabupaten/Kota yang bersangkutan
BAB
VII
ORGANISASI PGRI RANTING
ORGANISASI PGRI RANTING
Pasal
22
Status,
Wilayah, dan Perangkat Kelengkapan Organisasi
(1)
Wilayah Organisasi Ranting dapat meliputi Satu kelurahan/desa, atau Satu unit
kerja tingkat kecamatan /satu satuan pendidikan/gugus sekolah.
(2)
Dalam wilayah satu Organisasi Ranting tidak boleh didirikan Organisasi Ranting
yang lain yang mempunyai batas wilayah yang sama.
(3)
Jika wilayah satu Organisasi Ranting berkembang menjadi lebih dari satu
kelurahan/desa atau terdapat satuan pendidikan atau gugus sekolah baru yang
sederajat, dapat didirikan Organisasi Ranting yang baru dengan tata cara
sebagai berikut :
- Pengurus Ranting mengadakan Rapat Anggota untuk menetapkan pembentukan Organisasi Ranting yang baru.
- Rapat Anggota tersebut menetapkan Pengurus Ranting yang baru sebagai penanggung jawab organisasi di daerah yang baru tersebut.
- Ketentuan tentang tata cara, wewenang dan tanggungjawab penyelenggaraan Rapat Anggota PGRI berlaku pula bagi penyelenggaraan Rapat Anggota PGRI tersebut.
(4)
Perangkat Kelengkapan Organisasi Ranting terdiri dari :
- Pengurus Ranting
- Badan Khusus yang dibentuk Ranting
- Rapat Pengurus Ranting, Rapat Anggota, dan pertemuan lainnya.
Pasal
23
Pengesahan
dan Penolakan Pembentukan Ranting
Anggaran
Rumah Tangga pasal 14 dan 17 berlaku pula bagi pengesahan dan penolakan
permintaan pembentukan Ranting, dengan ketentuan bahwa yang berhak memberikan
atau menolak permintaan pengesahan Ranting adalah Pengurus PGRI Kabupaten/Kota
dengan mempertimbangkan usul dan pendapat Pengurus Cabang/Cabang Khusus yang
bersangkutan.
Pasal
24
Pembentukan,
Pencairan, dan Pembubaran Ranting
Anggaran
Rumah Tangga pasal 15 dan 18 berlaku pula bagi pembentukan, pencairan dan
Pembubaran Ranting, dengan ketentuan bahwa yang berhak memberikan atau menolak
permintaan pengesahan Ranting adalah Pengururs PGRI Kabupaten/Kota dengan
memperhatikan usul dan pendapat Pengurus Cabang/Cabang Khusus yang
bersangkutan. Cabang/Cabang Khusus yang bersangkutan.
BAB
VIII
SYARAT-SYARAT PENGURUS
SYARAT-SYARAT PENGURUS
Pasal
25
Syarat
Umum dan Syarat Khusus
(1)
Semua anggota kepengurusan organisasi PGRI di semua jenis dan tingkatan wajib
memenuhi syarat-syarat umum sebagai berikut :
- a. Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
- b. Berjiwa dan melaksanakan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 secara murni dan konsekuen.
- c. Anggota PGRI yang telah membuktikan peran serta aktif dalam kepengurusan dan atau terhadap organisasi.
- d. Bersih, jujur, bermoral tinggi, bertanggung jawab, terbuka, dan berwawasan luas.
(2)
Anggota Pengurus Besar, Pengurus PGRI Provinsi, Pengurus PGRI
Kabupaten/Kota, Pengurus Cabang/Cabang Khusus, dan Pengurus Ranting, disamping
memenuhi syarat umum tersebut dalam ayat (1) pasal ini wajib memenuhi
syarat khusus sebagai berikut :
- Pernah duduk dalam kepengurusan organisasi pada tingkat yang sama atau paling rendah 2 tingkat dibawahnya, kecuali untuk Pengurus Cabang/Cabang Khusus dan Ranting.
- Bekerja dan atau bertempat tinggal di wilayah kerja organisasi
- Tidak merangkap jabatan Pengurus PGRI pada tingkat lainnya.
- Tidak merangkap jabatan sebagai pengurus partai politik
- Tidak menduduki jabatan pengurus lebih dari dua kali masa bakti berturut-turut dalam jabatan yang sama.
BAB
IX
PENGURUS BESAR
PENGURUS BESAR
Pasal
26
Susunan
Pengurus
(1)
Dalam kepengurusan PGRI perlu dilaksanakan kesetaraan gender.
(2)
Pengurus Besar PGRI berjumlah paling banyak 25 orang dengan susunan sebagai
berikut :
a.
Pengurus Harian
- Ketua Umum
- Ketua
- Ketua
- Ketua
- Ketua
- Ketua
- Ketua
- Sekretaris Jenderal
- Wakil Sekretaris Jenderal
- Wakil Sekretaris Jenderal
- Wakil Sekretaris Jenderal
- Bendahara
- Wakil Bendahara
b.
Departemen
- Departemen Organisasi dan kaderisasi
- Departemen Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan
- Departemen Informasi dan Komunikasi
- Departemen Penelitian dan Pengembangan
- Departemen Pendidikan dan Pelatihan
- Departemen Hubungan Kerja sama Luar Negeri
- Departemen Pengembangan Karier dan Profesi
- Departemen Kerohanian
- Departemen Pemberdayaan Perempuan
- Departemen Pengembangan Kesenian, Kebudayaan dan Olahraga
- Departemen Pengabdian Masyarakat
- Departemen Advokasi dan Perlindungan Hukum
Pasal
27
Pemilihan
Pengurus Besar
Pada
setiap Kongres, Pengurus Besar mengakhiri masa baktinya dan diselenggarakan
pemilihan Pengurus Besar yang baru.
Calon
Pengurus Besar wajib tercantum dalam daftar nama calon tetap yang diusulkan
Pengurus PGRI Provinsi/ Kabupaten/Kota dan disahkan oleh Kongres.
Pengurus
Besar PGRI dipilih oleh Kongres, yang dalam hal ini
berturut-turut memilih Ketua Umum (F1), enam Ketua dalam satu paket (F2), dan
Sekretaris Jenderal (F3) melalui pemungutan suara secara bebas dan rahasia.
Kedelapan
pengurus terpilih tersebut menjadi formatur yang bertugas melengkapi susunan
Pengurus Besar sesuai dengan pasal 25 dan pasal 26 Anggaran Rumah Tangga yang
diambil dari daftar calon Pengurus Besar PGRI tersebut pada ayat (2) pasal ini
dengan memperhatikan keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30%.
Serah
terima Pengurus Besar lama kepada Pengurus Besar baru dilakukan di hadapan
peserta Kongres yang bersangkutan. Hal-hal yang berkaitan dengan invenrais,
kekayaan dan keuangan organisasi masih menjadi tanggungan Pengurus lama sampai
ada penyelesaian dengan pengurus baru selambat-lambatnya 15 hari setelah
kongres.
Pemilihan
Pengurus Besar dipimpin Panitia Pemilihan Pengurus Besar PGRI yang susunan
dan keanggotaannya disahkan oleh Kongres.
Sebelum
memulai tugasnya, seluruh Pengurus Besar mengucapkan janji di hadapan peserta
kongres yang memilihnya.
Dalam
hal kekosongan anggota Pengurus Besar, pengisian dilakukan oleh Rapat Pengurus
Besar dan hasilnya dilaporkan kepada Konferensi Kerja Nasional, kecuali untuk
jabatan Pengurus Harian terpilih pengisiannya wajib dilakukan oleh Konferensi
Kerja Nasional dengan tetap mengindahkan pasal 25 dan pasal 26 Anggaran Rumah
Tangga.
Pasal
28
Tugas
dan Tanggung Jawab Pengurus Besar
(1)
Pengurus Besar PGRI bertugas menentukan kebijakan organisasi dan melaksanakan
segala ketentuan dan kebijakan sesuai dengan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah
Tangga, Keputusan-keputusan Kongres, Kongres Luar Biasa, Konferensi Kerja
Nasional dan Rapat Pengurus Besar PGRI.
(2)
Penjabaran tugas Pengurus Besar diatur tersendiri dalam ketentuan organisasi
yang menjadi bagian tak terpisahkan dan tidak bertentangan dengan Anggaran
Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.
(3)
Dalam menjalankan kebijakan tersebut, Pengurus Besar PGRI merupakan badan
pelaksana tertinggi yang bersifat kolektif.
(4)
Pengurus Besar mewakili PGRI di dalam dan di luar pengadilan yang
pelaksanaannya diatur dalam peraturan organisasi.
(5)
Pengurus Besar bertanggung jawab kepada Kongres atas kepengurusan organisasi
untuk masa baktinya.
(6)
Pengurus Besar bertangung jawab atas pelaksanaan Kode Etik Profesi Guru
Indonesia, Ikrar Guru Indonesia, Anggaran Dasar, dan Anggaran Rumah Tangga
serta keputusan Kongres dan Konferensi Kerja Nasional.
BAB
X
PENGURUS PGRI PROVINSI
PENGURUS PGRI PROVINSI
Pasal
29
Susunan
Pengurus
(1)
Dalam kepengurusan PGRI perlu dilaksanakan kesetaraan gender.
(2)
Pengurus PGRI Provinsi berjumlah paling banyak 21 orang dengan susunan
sebagai berikut
a.
Pengurus Harian berjumlah 9 orang
- Ketua
- Wakil Ketua
- Wakil Ketua
- Wakil Ketua
- Sekretaris Umum
- Wakil Sekretaris Umum
- Wakil Sekretaris Umum
- Bendahara
- Wakil Bendahara
b.
Pengurus PGRI Provinsi dapat dilengkapi paling banyak 12 (dua belas) Ketua Biro
yang nama, susunan, serta fungsinya dapat mengacu pada susunan serta fungsi
Departemen di Pengurus Besar atau berdasar pada pembagian tugas dan
fungsi organisasi yang disesuaikan dengan kondisi daerah, efektivitas serta
efisiensi, dan atau bidang tugas yang terkait dengan program organisasi.
Pasal
30
Tugas
dan Tanggung Jawab Pengurus Provinsi
(1)
Pengurus PGRI Provinsi bertugas dan berkewajiban :
- Menentukan kebijakan organisasi dan melaksanakan segala ketentuan dan kebijakan sesuai dengan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, keputusan-keputusan Kongres, Kongres Luar Biasa, Konferensi Kerja Nasional, Konferensi PGRI Provinsi, Konferensi Kerja PGRI Provinsi, dan Rapat Pengurus PGRI Provinsi di wilayahnya.
- Melaksanakan program kerja organisasi baik program kerja nasional maupun program kerja provinsi.
- Mengawasi, mengkoordinasi, membimbing dan membina aktifitas Pengurus PGRI Kabupaten/Kota.
- Menegakkan disiplin organisasi dan mengatur ketertiban serta kelancaran keuangan Pengurus Besar dan Pengurus Provinsi.
(2)
Penjabaran tugas Pengurus Provinsi diatur dalam ketentuan organisasi yang
menjadi bagian yang tak terpisahkan dan tidak bertentangan dengan Anggaran
Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.
(3)
Pengurus PGRI Provinsi bertanggungjawab atas terlaksananya segala ketentuan
dalam Kode Etik Profesi Guru Indonesia, Ikrar Guru Indonesia, Anggaran Dasar,
Anggaran Rumah Tangga, Keputusan Kongres, Konferensi Kerja Nasional, Konferensi
PGRI Provinsi serta Konferensi Kerja PGRI Provinsi.
(4)
Pengurus PGRI Provinsi bertanggung jawab kepada Konferensi PGRI Provinsi atas
kepengurusan organisasi untuk masa baktinya.
(5)
Dalam menjalankan kebijakan tersebut, pengurus PGRI Provinsi merupakan badan
pelaksana tertinggi di wilayahnya yang bersifat kolektif berdasarkan pada
prinsip keterbukaan, tanggung jawab, demokrasi, dan kekeluargaan.
(6)
Pengurus PGRI Provinsi berkewajiban mengirimkan laporan kepada Pengurus Besar
setiap 6 (enam) bulan sekali.
Pasal
31
Pemilihan
Pengurus PGRI Provinsi
Pada
setiap Konferensi PGRI Provinsi yang diadakan paling lambat 6 (enam) bulan
setelah Kongres, Pengurus PGRI Provisi wajib mengakhiri masa baktinya dan
diselenggarakan pemilihan Pengurus PGRI Provinsi yang baru.
Bakal
Calon Pengurus PGRI Provinsi wajib tercantum dalam daftar nama calon yang
diusulkan Pengurus PGRI Cabang/Cabang Khusus paling lambat satu bulan sebelum
Konferensi Provinsi.
Tata
cara dan proses pencalonan diatur sebagai berikut :
- Pengurus PGRI Cabang/Cabang Khusus berhak mencalonkan sebanyak-banyaknya 18 orang bakal calon yang memenuhi syarat sesuai pasal 25 Anggaran Rumah Tangga.
- Sebelum diajukan untuk menjadi calon tetap dan disahkan Konferensi PGRI Provinsi, sebuah Panitia Khusus meneliti semua persyaratan teknis dan administratif para bakal calon dan menyampaikan rekomendasi kepada Konferensi.
- Panitia Khusus diangkat dan ditetapkan Konferensi Kerja PGRI Provinsi terakhir yang terdiri dari wakil lima Pengurus PGRI Kabupaten/Kota.
(4)
Tata cara dan proses pemilihan Pengurus PGRI Provinsi diatur sebagai berikut :
- Konferensi memilih secara langsung berturut-turut Ketua (F1), tiga Wakil Ketua (F2) dalam satu paket, dan Sekretaris Umum (F3).
- Calon Pengurus harus terdaftar dalam daftar calon yang diusulkan oleh Pengurus Cabang/Cabang Khusus.
- c. Kelima Pengurus Harian terpilih tersebut bertindak selaku formatur dengan wewenang dari Konferensi untuk melengkapi susunan Pengurus PGRI Provinsi seperti dimaksud pasal 25 dan pasal 29 dengan memperhatikan keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30%..
- Formatur wajib melengkapi susunan Pengurus PGRI Provinsi dari nama-nama yang tercantum dalam daftar calon yang diseleksi oleh Konferensi PGRI Provinsi tersebut.
- Pemilihan Pengurus PGRI Provinsi dipimpin oleh Pengurus Besar PGRI yang dibantu oleh Panitia Pelaksana Pemilihan Pengurus PGRI Provinsi yang susunan dan keanggotaannya disahkan oleh Konferensi PGRI Provinsi di antara peserta Konferensi PGRI Provinsi tanpa mengikutsertakan anggota Pengurus PGRI Provinsi yang lama.
Serah
terima Pengurus PGRI Provinsi lama kepada Pengurus PGRI Provinsi baru dilakukan
di hadapan peserta konferensi yang bersangkutan. Hal-hal yang berkaitan dengan
inventaris, kekayaan dan keuangan organisasi masih menjadi tanggungan Pengurus
PGRI Provinsi yang lama sampai ada penyelesaian dengan PGRI Provinsi yang baru
selambat-lambatnya15 hari setelah konferensi.
Sebelum
memulai tugasnya, seluruh anggota Pengurus PGRI Provinsi dilantik oleh Pengurus
Besar dan mengucapkan janji di hadapan peserta Konferensi yang
memilihnya.
Dalam
hal terjadi kekosongan anggota Pengurus PGRI Provinsi, pengisiannya dilakukan
oleh Rapat Pengurus PGRI Provinsi dan hasilnya dilaporkan kepada Konferensi
Kerja Provinsi kecuali untuk jabatan Pengurus Harian terpilih, pengisiannya
wajib dilakukan oleh Konferensi Kerja PGRI Provinsi dengan tetap mengindahkan
pasal 29, 30, dan pasal 31 ayat (2) Anggaran Rumah Tangga.
BAB
XI
PENGURUS PGRI KABUPATEN/KOTA
PENGURUS PGRI KABUPATEN/KOTA
Pasal
32
Susunan
Pengurus
(1)
Pengurus PGRI Kabupaten/Kota berjumlah paling banyak 19 orang dengan susunan
sebagai berikut :
a.
Pengurus Harian berjumlah 7 orang terdiri dari :
- Ketua
- Wakil Ketua
- Wakil Ketua
- Sekretaris
- Wakil Sekretaris
- Bendahara
- Wakil Bendahara
b.Pengurus
PGRI Kabupaten/Kota dapat dilengkapi dengan paling banyak 12 (dua belas) Bidang
yang susunan serta fungsinya dapat mengacu pada susunan serta fungsi biro pada
Pengurus PGRI Provinsi atau disesuaikan dengan kebutuhan PGRI Kabupaten/Kota.
(2)
Pembagian tugas dan fungsi sekretaris bidang dapat dilaksanakan berdasar pada
acuan pembagian tugas dan fungsi sekretaris bidang di Pengurus PGRI Provinsi
yang disesuaikan dengan kondisi daerah, efektifitas serta efisiensi, dan/atau
bidang tugas yang terkait dengan program organisasi.
Pasal
33
Tugas
dan Tanggung Jawab Pengurus PGRI Kabupaten/Kota
(1)
Pengurus PGRI Kabupaten/Kota bertugas dan berkewajiban :
- Menentukan kebijakan Organisasi dan melaksanakan segala ketentuan dan kebijakan sesuai dengan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, Keputusan-keputusan Kongres, Kongres Luar Biasa, Konferensi Kerja Nasional, Konferensi PGRI Provinsi dan Kabupaten/Kota, Konferensi Kerja PGRI Provinsi dan Kabupaten/Kota dan Rapat Pengurus PGRI Kabupaten/Kota di wilayahnya.
- Melaksanakan program kerja nasional di wilayahnya, program kerja provinsi di wilayahnya, dan program kerja PGRI Kabupaten/Kota.
- Mengawasi, mengkoordinasi, membimbing dan membina aktifitas Pengurus Cabang.
- Menegakkan disiplin organisasi dan mengatur ketertiban serta kelancaran keuangan Pengurus Besar, Pengurus PGRI Provinsi dan Pengurus PGRI Kabupaten/Kota.
(2)
Penjabaran tugas Pengurus PGRI Kabupaten/Kota diatur dalam ketentuan organisasi
yang menjadi bagian tak terpisahkan dan tidak bertentangan dengan Anggaran
Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.
(3)
Pengurus PGRI Kabupaten/Kota bertanggungjawab atas terlaksananya segala ketentuan
dalam Kode Etik Profesi Guru Indonesia, Ikrar Guru Indonesia, Anggaran Dasar,
Anggaran Rumah Tangga, Keputusan Kongres, Konferensi Kerja Nasional, Konferensi
PGRI Provinsi dan Kabupaten/Kota, Konferensi Kerja PGRI Provinsi dan
Kabupaten/Kota dan Rapat Pengurus PGRI Kabupaten/Kota di wilayahnya.
(4)
Pengurus PGRI Kabupaten/Kota bertanggung jawab kepada Konferensi PGRI
Kabupaten/Kota atas kepengurusan organisasi untuk masa baktinya.
(5)
Pengurus PGRI Kabupaten/Kota merupakan badan pelaksana organisasi tertinggi di
wilayahnya yang bersifat kolektif dengan berlandaskan pada prinsip keterbukaan,
demokrasi, tanggung jawab, dan kekeluargaan.
(6)Pengurus
PGRI Kabupaten/Kota berkewajibanmengirimkan laporan kepada Pengurus PGRI
Provinsi dengan tembusan kepada Pengurus Besar setiap 6 (enam) bulan sekali.
Pasal
34
Pemilihan
Pengurus PGRI Kabupaten/Kota
(1)
Pengurus PGRI Kabupaten/Kota dipilih oleh Konferensi PGRI Kabupaten/Kota yang
wajib diadakan paling lambat 6 (enam) bulan setelah Konferensi PGRI Provinsi.
(2)
Bakal calon Pengurus PGRI Kabupaten/Kota harus terdaftar dalam daftar calon
yang diusulkan oleh Pengurus Ranting dan/atau perwakilan anggota.
(3)
Tata cara dan proses pencalonan Pengurus PGRI Kabupaten/Kota dilaksanakan
sebagai berikut :
- Pengurus PGRI baik ranting unit kerja maupun ranting desa dan/atau perwakilan anggota sekurang-kurangnya 25 anggota yang tidak termasuk ranting berhak mencalonkan sebanyak-banyaknya 13 orang bakal calon yang memenuhi syarat sesuai pasal 25.
- Sebelum diajukan untuk menjadi calon tetap dan disahkan Konferensi PGRI Kabupaten/Kota, sebuah Panitia Khusus meneliti semua persyaratan teknis dan administratif para bakal calon dan menyampaikan rekomendasinya kepada Konferensi.
- Panitia Khusus diangkat dan ditetapkan Konferensi Kerja PGRI Kabupaten/Kota terakhir yang terdiri dari wakil lima Pengurus PGRI Cabang/Cabang Khusus.
- Jika Pengurus PGRI Cabang/Cabang Khusus kurang dari lima, Panitia Khusus dapat dilengkapi hingga berjumlah lima dari Pengrus PGRI Ranting dari ibukota Kabupaten/Kota.
(4)
Tata cara dan proses pemilihan Pengurus PGRI Kabupaten/Kota diatur sebagai
berikut :
- Konferensi memilih secara berturut-turut Ketua (F1), dua Wakil Ketua (F2) dalam satu paket, Sekretaris (F3), melalui pemungutan suara secara bebas dan rahasia.
- Calon Pengurus harus terdaftar dalam daftar calon yang diusulkan oleh Pengurus Ranting dan/atau perwakilan anggota.
- Keempat Pengurus Harian terpilih tersebut bertindak selaku formatur dengan wewenang dari Konferensi untuk melengkapi susunan Pengurus PGRI Kabupaten/ Kota seperti termaksud pasal 25 dan 29 dengan memperhatikan keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30% .
- Formatur wajib melengkapi susunan Pengurus Kabupaten/Kota dari nama-nama yang tercantum dalam daftar calon yang disahkan oleh Konferensi PGRI Kabupaten/Kota tersebut.
- Pemilihan Pengurus PGRI Kabupaten/Kota dipimpin oleh Pengurus PGRI Provinsi yang dibantu oleh Panitia Pelaksana Pemilihan Pengurus PGRI Kabupaten/ Kota yang susunan dan keanggotaannya disahkan oleh Konferensi PGRI Kabupaten/Kota di antara peserta Konferensi PGRI Kabupaten/Kota tanpa mengikutsertakan anggota Pengurus PGRI Kabupaten/Kota yang lama.
(5)
Serah terima Pengurus PGRI Kabupaten/Kota yang lama kepada Pengurus PGRI
Kabupaten/Kota yang baru dilakukan di hadapan peserta konferensi Kabupaten/Kota
yang memilihnya. Hal-hal yang berkaitan dengan inventaris, kekayaan dan
keuangan organisasi masih menjadi tanggungan Pengurus PGRI Kabupaten/Kota yang
lama sampai ada penyelesaian dengan Pengurus PGRI Kabupaten/Kota yang baru
selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari setelah konferensi.
(6)
Sebelum memulai tugasnya, seluruh anggota Pengurus PGRI Kabupaten/Kota dilantik
oleh Pengurus PGRI Provinsi dan mengucapkan janji dihadapan peserta Konferensi
PGRI Kabupaten/Kota yang memilihnya.
(7)
Dalam hal terjadi kekosongan anggota Pengurus PGRI Kabupaten/Kota, pengisiannya
dilakukan oleh Rapat Pengurus PGRI Kabupaten/Kota dan hasilnya dilaporkan
kepada Konferensi Kerja PGRI Kabupaten/Kota kecuali untuk jabatan Pengurus
Harian Terpilih, pengisiannya wajib dilakukan oleh Konferensi Kerja PGRI
Kabupaten/Kota dengan tetap mengindahkan pasal 29, 30, dan pasal 31 ayat (2)
Anggaran Rumah Tangga.
BAB
XII
PENGURUS PGRI CABANG/CABANG KHUSUS
PENGURUS PGRI CABANG/CABANG KHUSUS
Pasal
35
Susunan
Pengurus
Pengurus
PGRI Cabang/Cabang Khusus terdiri dari 17 orang dengan susunan sebagai berikut
:
a.
Pengurus Harian sebanyak 5 orang yang terdiri dari :
- Ketua
- Wakil Ketua
- Sekretaris
- Wakil Sekretaris
- Bendahara
b.
Pengurus PGRI Cabang/Cabang Khusus dapat dilengkapi paling banyak 12 (duabelas)
seksi, yang nama, susunan serta fungsinya dapat mengacu pada nama,
susunan serta fungsi bagian pada Pengurus PGRI Kabupaten/Kota atau
disesuaikan dengan kondisi daerah.
Pasal
36
Tugas
dan Tanggung Jawab Pengurus Cabang
(1)
Pengurus Cabang bertugas menentukan kebijakan organisasi dan berkewajiban untuk
melaksanakan segala ketentuan dan kebijakan sesuai dengan Anggaran Dasar,
Anggaran Rumah Tangga, Keputusan-keputusan Kongres, Kongres Luar Biasa,
Konferensi Kerja Nasional, Konferensi PGRI Provinsi, Kabupaten/Kota dan Cabang,
Konferensi Kerja PGRI Provinsi, Kabupaten/Kota dan Cabang, Rapat Pengurus
Cabang di wilayahnya.
(2)
Penjabaran tugas Pengurus Cabang dan Cabang Khusus diatur dalam ketentuan
organisasi yang menjadi bagian tak terpisahkan dan tidak bertentangan dengan
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.
(3)
Tugas pokok Pengurus Cabang meliputi antara lain :
- Mengawasi, mengkoordinasi, membimbing, dan membina aktifitas Pengurus Ranting dan Anggota.
- Menegakkan disiplin organisasi dan mengatur ketertiban serta kelancaran keuangan Pengurus Besar, Pengurus PGRI Provinsi, Pengurus PGRI Kabupaten/Kota dan Pengurus Cabang.
(4)
Pengurus Cabang bertanggungjawab atas terlaksananya segala ketentuan dalam Kode
Etik Guru Indonesia, Ikrar Guru Indonesia, Anggaran Dasar, Anggaran Rumah
Tangga, Keputusan Kongres, Konferensi Kerja Nasional, Konferensi PGRI Tingkat
Provinsi dan Kabupaten/Kota, serta Konferensi Kerja Tingkat Provinsi dan
Kabupaten/Kota.
(5)
Pengurus Cabang bertanggungjawab kepada Konferensi Cabang atas kepengurusan
organisasi untuk masa baktinya.
(6)
Dalam menjalankan kebijakan tersebut, Pengurus Cabang merupakan badan pelaksana
tertinggi di wilayahnya yang bersifat kolektif.
(7)
Pengurus Cabang berkewajiban mengirimkan laporan kepada Pengurus PGRI
Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada Pengurus PGRI Provinsi setiap 6 (enam)
bulan sekali.
Pasal
37
Pemilihan
Pengurus PGRI Cabang/Cabang Khusus
(1)
Pengurus Cabang dipilih oleh Konferensi PGRI Cabang/Cabang Khusus yang diadakan
setelah masa baktinya berakhir.
(2)
Pemilihan Pengurus Cabang dapat dilaksanakan secara langsung dan/atau
perwakilan.
(3)
Konferensi PGRI Cabang memilih berturut-turut Ketua (F1), seorang Wakil Ketua
(F2), dan Sekretaris (F3), melalui pemungutan suara secara bebas dan rahasia.
(4)
Ketiga Pengurus tersebut bertindak selaku formatur dengan wewenang dari
Konferensi untuk melengkapi susunan Pengurus Cabang seperti yang termaksud
dalam pasal 25 dan pasal 35.
(5)
Formatur melengkapi susunan Pengurus PGRI Cabang dari nama-nama yang tercantum
dalam daftar calon Pengurus Cabang yang disahkan oleh rapat Pengurus Cabang
tersebut.
(6)
Pencalonan Pengurus Cabang dilaksanakan oleh Konferensi Cabang.
(7)
Serah terima Pengurus PGRI Cabang/cabang Khusus yang lama kepada Pengurus PGRI
Cabang/cabang Khusus yang baru dilakukan di hadapan peserta konferensi
Cabang/cabang Khusus yang memilihnya. Hal-hal yang berkaitan dengan inventaris,
kekayaan dan keuangan organisasi masih menjadi tanggungan Pengurus PGRI
Cabang/cabang Khusus yang lama sampai ada penyelesaian dengan Pengurus PGRI
Cabang/cabang Khusus yang baru selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari setelah
konferensi.
(8)
Dalam hal terjadi kekosongan anggota pengurus, pengisiannya
dilakukan oleh Rapat Pleno Pengurus Cabang, kecuali untuk jabatan Pengurus
Harian terpilih pengisiannya wajib dilakukan Konferensi Kerja Cabang PGRI
dengan tetap mengindahkan pasal 29, 30 dan pasal 31 ayat (2) Anggaran Rumah
Tangga.
(9)
Pemilihan Pengurus Cabang/Cabang Khusus dipimpin oleh
Pengurus PGRI Kabupaten/Kota.
(10)
Sebelum memulai tugasnya, Pengurus Cabang mengucapkan janji dan dilantik oleh
Pengurus PGRI Kabupaten/Kota dihadapan peserta Konferensi Cabang yang
memilihnya.
BAB
XIII
PENGURUS RANTING
PENGURUS RANTING
Pasal
38
Susunan
Pengurus Ranting
Susunan
Pengurus Ranting terdiri dari :
- Ketua
- Wakil Ketua
- Sekretaris
- Bendahara
- Sebanyak-banyaknya empat orang anggota pengurus
Pasal
39
Tugas
dan Tanggung Jawab Pengurus Ranting
(1)
Pengurus Rating bertugas melaksanakan segala ketentuan dan kebijakan sesuai
dengan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, Keputusan-keputusan Forum
Organisasi yang lebih tinggi, Rapat Anggota, dan Rapat Pengurus Ranting di
wilayahnya.
(2)
Penjabaran tugas Pengurus Ranting diatur dalam ketentuan organisasi menjadi
bagian tak terpisahkan dan tidak bertentangan dengan Anggaran Rumah Tangga.
(3)
Tugas pokok Pengurus Ranting meliputi antara lain:
- Mengawasi, mengkoordinasi, membimbing, dan membina aktifitas para anggota.
- Menegakkan disiplin organisasi dan mengatur ketertiban serta kelancaran iuran anggota serta penyelurannya sesuai ketentuan organisasi.
(4)
Pengurus Ranting bertanggungjawab atas terlaksananya ketentuan dalam Kode Etik
Profesi Guru Indonesia, Ikrar Guru Indonesia, Anggaran Dasar, Anggaran Rumah
Tangga, Keputusan-keputusan Forum Organisasi yang lebih tinggi, Rapat Anggota,
dan Rapat Pengurus Ranting di wilayahnya.
(5)
Dalam menjalankan kebijakan tersebut, Pengurus Ranting merupakan badan
pelaksana di wilayahnya yang bersifat kolektif.
(6)
Pengurus Ranting bertanggungjawab kepada Rapat Anggota atas kepengurusan
organisasi untuk masa baktinya.
(7)
Pengurus Ranting berkewajiban mengirimkan laporan kepada Pengurus Cabang dengan
tembusan kepada Pengurus PGRI Kabupaten/Kota setiap 6 (enam) bulan sekali.
Pasal
40
Pemilhan
Pengurus Ranting
(1)
Pengurus Ranting dipilih oleh Rapat Anggota yang diadakan setelah masa baktinya
berakhir.
(2)
Rapat Anggota memilih secara langsung berturut-turut seorang Ketua, seorang
Wakil Ketua, seorang Sekretaris, seorang Bendahara, dan sebanyak-banyaknya 4
orang Anggota Pengurus melalui pemungutan suara secara bebas dan rahasia.
(3)
Pencalonan Pengurus Ranting dilaksanakan oleh Rapat Anggota dan Pengurus
Ranting wajib dipilih dari daftar calon yang disahkan dalam Rapat Anggota
tersebut.
(4)
Serah terima Pengurus Ranting lama kepada Pengurus Ranting baru dilakukan
langsung dalam Rapat Anggota itu juga.
(5)
Dalam hal terjadi kekosongan Anggota Pengurus, pengisiannya dilakukan oleh
Rapat Pengurus Ranting yang kemudian mempertanggungjawabkannya pada Rapat
Anggota.
(6)
Pemilihan Pengurus Ranting dipimpin oleh Pengurus Cabang.
(7)
Sebelum memulai tugasnya, Pengurus Ranting dilantik oleh Pengurus Cabang dan
mengucapkan janji dihadapan peserta Rapat Anggota yang memilihnya.
BAB
XIV
ANAK LEMBAGA DAN BADAN KHUSUS PGRI
ANAK LEMBAGA DAN BADAN KHUSUS PGRI
Pasal
41
Anak
Lembaga
(1)
Untuk membantu mencapai tujuan organisasi Pengurus Besar PGRI membentuk Anak
Lembaga PGRI yang bertugas mengelola bidang-bidang kedudukan, tugas, wewenang,
dan pimpinannya ditetapkan oleh dan bertanggungjawab kepada Pengurus Besar
PGRI.
(2)
Pengurus Anak Lembaga PGRI di tingkat daerah ditetapkan diangkat dan
bertanggungjawab kepada badan organisasi sesuai tingkatannya.
(3)
Fungsi-fungsi anak lembaga menyangkut pelaksanaan, teknis edukatif dan teknis
administratif menjadi kewenangan anak lembaga yang bersangkutan.
(4)
Salah seorang anggota Badan Pimpinan Organisasi kecuali Ketua Umum, Ketua PGRI
Provinsi/Kabupaten/Kota, Sekretaris Jendral, Sekretaris Umum, Sekretaris dan
Bendahara diangkat menjadi ketua anak lembaga sesuai tingkatannya.
(5)
Pengurus PGRI Provinsi, Kabupaten/Kota menjadi pembina Anak Lembaga PGRI
sejalan dengan ketentuan dan kebijakan Pengurus Besar PGRI serta Pimpinan Anak
Lembaga Tingkat Nasional yang bersangkutan.
(6)
Masa bakti Pengurus Anak Lembaga PGRI sama dengan masa bakti Pengurus sesuai
tingkatannya di tempatnya masing-masing.
(7)
Terkecuali ditentukan lain dalam peraturan perundang-undangan negara, akte
pendirian sebagai badan hukum sebuah Anak Lembaga dibuat dan diselenggarakan
ditingkat nasional yang berlaku dan dapat digunakan oleh semua Anak Lembaga
yang sama di daerahnya.
(8)
Semua ketentuan mengenai kedudukan, tugas. wewenang, struktur, dan mekanisme
kerja Anak Lembaga PGRI baik yang sudah ada maupun yang disusun dalam AD dan
ART serta ketentuan Anak Lembaga tersebut wajib sejalan dan tidak boleh
bertentangan dengan AD dan ART serta peraturan organisasi PGRI.
Pasal
42
Badan
Khusus
(1)
Pengurus PGRI di setiap tingkatan dapat membentuk badan khusus yang berfungsi
melaksanakan sebagian tugas organisasi untuk mencapai tujuan tertentu dalam
kurun waktu tertentu.
(2)
Kedudukan, tugas dan fungsi badan khusus diatur dan ditetapkan pengurus
organisasi di tingkatannya masing-masing.
(3)
Badan Khusus dapat dibentuk antara lain; kelompok kerja, tim verifikasi
keuangan, koperasi guru/karyawan PGRI, Bank Guru Indonesia, dana kesejahteraan,
dana kematian dan dana sosial.
BAB
XV
HIMPUNAN PROFESI DAN KEAHLIAN SEJENIS
HIMPUNAN PROFESI DAN KEAHLIAN SEJENIS
Pasal
43
(1)
Dalam upaya peningkatan mutu profesi guru, perlu didayagunakan berbagai ikatan
guru sejenis.
(2)
Untuk menguatkan serta memperlancar mekanisme kerja dalam jaringan organisasi
Departemen/Biro/Bidang Pengembangan Karier dan Profesi menjadi tugas dan
tanggung jawab Departemen himpunan/Ikatan/Asosiasi profesi dan keahlian sejenis
(3)
Terhadap organisasi profesi di bidang pendidikan lainnya perlu dilakukan kerja
sama atas dasar kemitrasejajaran dalam rangka peningkatan mutu profesi serta
kesejahteraan guru dan tenaga kependidikan lainnya.
(4)
Ketentuan tentang status, struktur, kedudukan, tugas, wewenang, dan
hubungan kerja Himpunan/Ikatan/Asosiasi Profesi dan
Keahlian Sejenis dengan PGRI diatur dalam peraturan tersendiri.
BAB
XVI
FORUM
ORGANISASI
Pasal
44
Jenis
Forum Organisasi
Jenis
Forum Organisasi :
- Kongres
- Kongres Luar Biasa
- Konferensi Kerja Nasional (KONKERNAS)
- Konferensi PGRI Provinsi (KONPROV)
- Konferensi PGRI Provinsi Luar Biasa (KONPROVLUB)
- Konferensi Kerja PGRI Provinsi (KONKERPROV)
- Konferensi PGRI Kabupaten/Kota (KONKAB/KONKOT)
- Konferensi PGRI Kabupaten/Kota Luar Biasa (KONKABLUB/ KONKOTLUB)
- Konferensi Kerja PGRI Kabupaten/Kota (KONKERKAB/ KONKERKOT)
- Konferensi Cabang/Cabang Khusus
(KONCAB/KONCABSUS)
k.
Konferensi PGRI Cabang/Cabang Khusus Luar Biasa
(KONCABLUB/KONCABSUSLUB)
l.
Konferensi Kerja PGRI Cabang/Cabang Khusus
(KONKERCAB/KONKERCABSUS)
m.
Rapat Anggota PGRI Ranting (RAPRAN)
n.
Rapat Pengurus dan Pertemuan lain
Pasal
45
K
u o r u m
(1)
Kongres dianggap sah apabila jumlah Kabupaten/Kota yang hadir lebih dari ½
(seperdua) dan mewakili lebih dari ½ (seperdua) jumlah suara.
(2)
Konferensi dianggap sah jika jumlah PGRI Provinsi yang yang hadir lebih dari ½
(seperdua) dan mewakili lebih dari ½ (seperdua) jumlah suara.
(3)
Konferensi PGRI Provinsi dan Kabupaten/Kota dianggap sah jika jumlah Cabang
yang hadir lebih dari ½ (seperdua) dan mewakili lebih dari ½ (seperdua) jumlah
suara.
(4)
Rapat Anggota dan Rapat Pengurus dianggap sah jika jumlah yang hadir lebih dari
½ (seperdua) jumlah suara.
(5)
Jika suatu rapat terpaksa ditunda karena tidak memenuhi kuorum maka rapat
berikutnya diadakan secepatnya 1 (satu) hari dan selambat-lambatnya 10
(sepuluh) hari dengan undangan dan acara yang sama tanpa harus memenuhi
persyaratan kuorum.
Pasal
46
Pengambilan
Keputusan
(1)
Keputusan diambil dengan cara musyawarah mufakat.
(2)
Apabila upaya untuk mencapai mufakat tidak berhasil maka diputuskan dengan
suara terbanyak.
K
O N G R E S
Pasal
47
Waktu
dan Sifat
(1)
Kongres diselenggarakan dan dipimpin oleh Pengurus Besar setiap 5 (lima) tahun
sekali.
(2)
Kongres Luar Biasa diadakan :
a.
Jika Konferensi Kerja Nasional menganggap perlu, atas dasar keputusan yang
disetujui paling sedikit ²∕3 (duapertiga) jumlah suara yang hadir.
b.
Atas permintaan lebih dari ½ (seperdua) jumlah Kabupaten/Kota yang mewakili
lebih dari ½ (seperdua) jumlah suara.
c.
Bila dipandang perlu oleh Pengurus Besar dan disetujui Konferensi Kerja
Nasional.
(3)
Dalam jangka waktu selambat-lambatnya 6 (enam) bulan sesudah keputusan atau
permintaan tersebut ayat (2) (a), (b) atau (c) pasal ini diterima, Pengurus
Besar wajib menyelenggarakan Kongres Luar Biasa.
(4)
Kongres Luar Biasa Khusus yang membicarakan pembubaran organisasi dapat dilaksanakan
atas permintaan sekurang-kurangnya 2/3 (duapertiga) jumlah Kabupaten/Kota yang
mewakili sedikitnya 2/3 (duapertiga) jumlah suara.
Pasal
48
Peserta
Kongres
Peserta
Kongres terdiri dari :
- Pengurus Besar PGRI
- Para Penasihat PGRI
- Utusan Pengurus Anak Lembaga tingkat nasional
- Utusan Pengurus Badan Khusus tingkat nasional
- Utusan Pengurus Himpunan/Ikatan/Asosiasi Profesi dan Keahlian Sejenis tingkat nasional
- Utusan PGRI Provinsi
- Utusan Kabupaten/Kota
- Peninjau serta undangan lain yang ditetapkan oleh Pengurus Besar.
Pasal
49
Hak
Bicara dan Hak Suara
(1)
Tiap peserta mempunyai hak bicara.
(2)
Hak suara hanya ada pada utusan Kabupaten/Kota.
(3)
Tiap-tiap Kabupaten/Kota mempunyai 1 (satu) suara untuk jumlah sampai dengan
2.000 (dua ribu) anggota.
(4)
Jumlah suara Kabupaten/ Kota paling sedikit 1 (satu) dan paling banyak 5 (lima)
suara.
(5)
Satu Kabupaten/Kota boleh mewakili hanya 1 (satu ) Kabupaten/Kota lain yang
berhalangan menghadiri Kongres dengan mandat yang sah.
(6)
Mandat untuk mewakili Kabupaten/Kota yang dimaksud dalam ayat (5) pasal ini
tidak boleh diberikan kepada Pengurus PGRI Provinsi, Pengurus Besar, dan
Anggota Penasihat.
Pasal
50
Acara
Kongres
(1)
Acara Pokok Kongres paling sedikit wajib membahas dan menetapkan hal-hal
sebagai berikut :
- Laporan pertanggungjawaban Pengurus Besar, mengenai hal-hal :
- Kegiatan pelaksanaan program organisasi selama satu masa bakti,
- Kebijakan keuangan organisasi, inventaris, dan kekayaan organisasi, dan
- Kegiatan dan perkembangan Anak Lembaga, Badan Khusus, dan Himpunan/Ikatan/Asosiasi Profesi dan Keahlian Sejenis.
b.
Penetapan Program Kerja termasuk rencana anggaran keuangan untuk masa bakti
yang akan datang.
c.
Pemilihan Pengurus Besar.
(2)
Acara lainnya yang ditetapkan dan disahkan Kongres sesuai kewenangan yang
diatur dalam AD dan ART serta peraturan organisasi
Pasal
51
Panitia
Pemeriksa Keuangan
(1)
Untuk memeriksa keuangan dan kekayaan yang menjadi tanggung jawab Pengurus
Besar dilaksanakan oleh Panitia Pemeriksa Keuangan yang dibentuk oleh
Konferensi Kerja Nasional terakhir sebelum Kongres.
(2)
Panitia tersebut terdiri atas 5 (lima) PGRI Provinsi.
(3)
Panitia memulai tugasnya paling lambat 3 (tiga) minggu sebelum sidang pertama
Kongres bertempat di Pengurus Besar.
(4)
Panitia memilih Ketua, Sekretaris dan Pelapor, serta melaporkan hasil pekerjaan
Panitia kepada Kongres.
(5)
Seluruh pembiayaan panitia menjadi tanggung jawab Pengurus Besar dan dimasukkan
dalam anggaran Kongres.
Pasal
52
Panitia
Pemeriksa Mandat dan Hak Suara
(1)
Pengurus Besar membentuk Panitia Pemeriksa Mandat dan Hak Suara, yang bertugas
:
- Memeriksa mandat dan hak suara Pengurus Kabupaten/Kota yang mengirimkan utusan ke Kongres.
- melaporkan hasilnya kepada Kongres.
(2)
Panitia beranggotakan sebanyak 12 (dua belas) orang mewakili 12
Provinsi yang tidak merangkap Panitia Pemeriksa Keuangan.
(3)
Panitia pemeriksa Mandat dan Hak Suara wajib menyelesaikan
tugasnya sebelum sidang pertama Kongres dimulai.
(4)
Panitia memilih Ketua, Sekretaris dan Pelapor serta melaporkan
hasil pekerjaannya kepada Kongres.
(5)
Jumlah suara Kabupaten/Kota dalam Kongres ditetapkan berdasarkan
daftar anggota Kabupaten/Kota di Pengurus Besar yang ditutup 2 (dua) bulan
sebelum Kongres di mulai.
Pasal
53
Panitia
Pemilihan Pengurus Besar
(1)
Panitia Pemilihan Pengurus Besar terdiri atas utusan Pengurus PGRI Provinsi
masing-masing 1 (satu) orang wakil.
(2)
Panitia bertugas mempersiapkan dan melaksanakan pemilihan pengurus serta
menyusun berita acara hasil pemilihan yang dilaporkan kepada Kongres.
(3)
Panitia Pemilihan memilih Ketua, Sekretaris, dan Pelapor serta melaporkan hasil
pekerjaanya kepada Kongres.
BAB
XVIII
KONFERENSI
KERJA NASIONAL
Pasal
54
S
t a t u s
(1)
Konferensi Kerja Nasional adalah rapat antar Pengurus PGRI Provinsi yang
diselenggarakan dan dipimpin oleh Pengurus Besar dan merupakan instansi
tertinggi di bawah Kongres.
(2)
Tugas Konferensi Kerja Nasional ialah menetapkan garis kebijakan yang belum ada
dalam Keputusan Kongres selama masa antara Kongres.
(3)
Pengurus PGRI Provinsi ikut bertanggungjawab tentang Keputusan Konferensi Kerja
Nasional kepada Kongres.
Pasal
55
W
a k t u
(1)
Konferensi Kerja Nasional diadakan 1 (satu) tahun sekali.
(2)
Konferensi Kerja Nasional pertama dalam masa bakti yang baru diadakan
selambat-lambatnya 7 (tujuh) bulan sesudah Kongres.
(3)
Konferensi Kerja Nasional terakhir dalam masa bakti itu diadakan
selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sebelum Kongres.
(4)
Konferensi Kerja Nasional dapat diadakan :
a.
Jika Pengurus Besar menganggap perlu.
b.
Atas permintaan ½ (seperdua) jumlah Pengurus PGRI Provinsi dan dalam jangka
waktu 2 (dua) bulan sesudah permintaan tersebut, Pengurus
Besar wajib menyelenggarakannya.
Pasal
56
Peserta
Konferensi Kerja Nasional
Peserta
Konferensi Kerja Nasional terdiri dari :
- Pengurus Besar PGRI
- Badan Penasihat PB PGRI
- Pengurus Anak Lembaga PGRI tingkat Nasional
- Pengurus Badan Khusus PGRI tingkat Nasional
- Pengurus Himpunan/Ikatan/Asosiasi Profesi dan Keahlian Sejenis PGRI tingkat Nasional
- Utusan Pengurus PGRI Provinsi
- Peninjau serta undangan lain yang ditetapkan oleh Pengurus Besar.
Pasal 57
Hak
Bicara dan Hak Suara
(1)
Dalam Konferensi Kerja Nasional semua peserta mempunyai hak bicara.
(2)
Hak Suara ada pada utusan-utusan Pengurus PGRI Provinsi dengan ketentuan
sebagai berikut :
a.
Tiap PGRI Provinsi memiliki sekurang-kurangnya 1 (satu) suara dan
sebanyak-banyaknya 5 (lima) suara.
b.
Tiap 30.000 (tiga puluh ribu) anggota berhak 1 (satu) suara.
Pasal
58
Kewajiban
Konferensi Kerja Nasional
(1)
Membahas dan menilai cara pelaksanaan Keputusan Kongres oleh Pengurus Besar.
(2)
Menetapkan ketentuan-ketentuan umum, rencana kerja tahunan dan kebijakan yang
bersifat nasional yang belum ditetapkan dalam Kongres baik ke dalam maupun ke
luar yang tidak bertentangan dengan Keputusan Kongres.
(3)
Menentukan penggantian anggota Pengurus Harian terpilih Pengurus Besar yang
berhalangan tetap, berhenti dan/atau diberhentikan sebelum masa jabatan
berakhir.
(4)
Membahas dan menetapkan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Organisasi
(RAPBO) Pengurus Besar untuk tahun mendatang.
(5)
Membicarakan dan mengesahkan laporan Pengurus Besar untuk disampaikan kepada
Kongres dan membicarakan persidangan-persidangan lain untuk Kongres.
(6)
Konferensi Kerja Nasional pertama masa bakti kepengurusan wajib menetapkan
program kerja Pengurus Besar selama lima tahunan.
(7)
Konferensi Kerja Nasional terakhir dari masa bakti kepengurusan wajib menetapkan
Panitia Pemeriksa Keuangan Pengurus Besar dan Panitia Pemeriksa Mandat dan Hak
Suara untuk Kongres yang akan datang.
BAB
XIX
KONFERENSI PGRI PROVINSI
KONFERENSI PGRI PROVINSI
Pasal
59
W
a k t u
(1)
Konferensi PGRI Provinsi diadakan dan dipimpin oleh Pengurus PGRI Provinsi tiap
5 (lima) tahun sekali.
(2)
Konferensi PGRI Provinsi Luar Biasa dapat diadakan :
- a. Atas permintaan Konferensi Kerja PGRI Provinsi berdasarkan keputusan 2/3 (dua pertiga) suara dari yang hadir.
- b. Atas permintaan lebih dari 1/2 (seperdua) jumlah cabang yang mewakili lebih dari 1/2 (seperdua) jumlah suara.
- c. Jika Pengurus Provinsi menganggap perlu dan disetujui Konferensi Kerja Provinsi.
- d. Atas permintaan Pengurus Besar.
(3)
Dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sesudah salah satu dan atau semua permintaan
tersebut ayat (2) butir a, b, c, atau d diterima. Pengurus PGRI Provinsi wajib
menyelenggarakan Konferensi tersebut.
Pasal
60
Peserta
Peserta
Konferensi PGRI Provinsi terdiri dari :
- Utusan Pengurus PGRI Cabang dan Cabang Khusus
- Utusan Pengurus PGRI Kabupaten/Kota
- Pengurus Provinsi
- Utusan Pengurus Besar
- Wakil Pimpinan Anak Lembaga dan Badan Khusus Provinsi
- Wakil Pimpinan Himpunan/Ikatan/Asosiasi Profesi dan Keahlian Sejenis Provinsi
- Badan Penasihat Pengurus PGRI Provinsi
- Peninjau yang diundang oleh Pengurus Provinsi
Pasal
61
Hak
Bicara dan Hak Suara
(1)
Dalam Konferensi PGRI Provinsi semua peserta mempunyai hak bicara.
(2)
Hak suara hanya ada pada utusan Cabang/Cabang Khusus.
(3)
Tiap Cabang mempunyai 1 (satu) suara untuk 200 (dua ratus) orang anggota.
(4)
Jumlah suara 1 (satu) cabang sedikitnya 1 (satu) dan sebanyak-banyaknya 3
(tiga) suara.
(5)
Cabang boleh mewakili 1 (satu) Cabang lain yang berhalangan menghadiri
Konferensi PGRI dengan mandat yang sah.
(6)
Hak suara Cabang Khusus hanya 1 (satu) suara
Pasal
62
Acara
Konferensi PGRI Provinsi
(1)
Acara Pokok Konferensi PGRI Provinsi paling sedikit wajib membahas dan
menetapkan hal-hal sebagai berikut :
- a. Laporan pertanggungjawaban Pengurus PGRI Provinsi mengenai hal-hal :
1.
Kegiatan pelaksanaan program organisasi selama satu masa bakti.
2.
Kebijakan keuangan, inventaris, dan kekayaan Organisasi PGRI Provinsi.
3.
Kegiatan dan Perkembangan Anak Lembaga, Badan Khusus, dan Himpunan/Ikatan/
Asosiasi Profesi dan Keahlian Sejenis Provinsi.
b.
Penetapan Program Kerja termasuk rencana anggaran keuangan dan untuk masa bakti
yang akan datang.
c.
Pemilihan Pengurus PGRI Provinsi masa bakti berikutnya. .
(2)
Acara lainnya ditetapkan dan disahkan dalam Konferens tersebut.
(3)
Pada dasarnya ketentuan pasal 50 Anggaran Rumah Tanggga berlaku pula bagi pasal
ini yang disesuaikan dengan tingkatannya.
Pasal
63
Panitia
Pemeriksa Keuangan
(1)
Pada dasarnya Pasal 51 Anggaran Rumah Tangga berlaku juga bagi pasal ini dan
disesuaikan dengan tingkatannya.
(2)
Panitia beranggotakan sedikitnya 3 (tiga) orang mewakili dari 3 (tiga)
Kabupaten/Kota.
Pasal
64
Panitia
Pemeriksa Mandat dan Hak Suara
(1)
Panitia pemeriksa Mandat dan Hak Suara, bertugas :
- a. Memeriksa Mandat dan Hak Suara Cabang yang mengirim utusan ke Konferensi PGRI Provinsi.
b.
Melaporkan hasil tugasnya kepada Konferensi
PGRI
Provinsi.
(2)
Panitia terdiri sebanyak-banyaknya 7 (tujuh) orang dan sedikit-dikitnya 3
(tiga) orang yang mewakili seluruh Kabupaten/Kota, yang tidak merangkap dengan
Panitia Pemeriksa Keuangan.
(3)
Jika jumlah Kabupaten/Kota kurang dari enam, maka ketentuan ayat (2) pasal ini
dapat diwakili oleh Pengurus Kabupaten/Kota yang sama dengan Panitia Pemeriksa
Keuangan.
(4)
Pada dasarnya ketentuan pasal 52 Anggaran Rumah Tangga berlaku pula bagi pasal
ini dan disesuaikan dengan tingkatannya.
Pasal
65
Panitia
Pemilihan Pengurus PGRI Provinsi
Pada
dasarnya pasal 53 Anggaran Rumah Tangga berlaku juga bagi pasal ini yang
disesuaikan dengan tingkatannya
BAB
XX
KONFERENSI KERJA PGRI PROVINSI
KONFERENSI KERJA PGRI PROVINSI
Pasal
66
Status,
Tugas, dan Kewajiban
(1)
Konferensi Kerja PGRI Provinsi adalah rapat antar Pengurus PGRI Kabupaten/Kota
yang diselenggarakan dan dipimpin oleh Pengurus PGRI Provinsi dan merupakan
instansi tertinggi di bawah Konferensi PGRI Provinsi.
(2)
Konferensi Kerja PGRI Provinsi bertugas menetapkan program tahunan dan
kebijakan organisasi sepanjang tidak bertentangan dengan keputusan Konferensi
PGRI Provinsi.
(3)
Pada dasarnya ketentuan pasal 54 Anggaran Rumah Tangga berlaku pula bagi pasal
ini yang disesuaikan dengan tingkatannya.
Pasal
67
W
a k t u
(1)
Konferensi Kerja PGRI Provinsi diadakan 1 (satu) tahun sekali.
(2)
Konferensi Kerja PGRI Provinsi yang pertama masa bakti PGRI Provinsi yang baru
diadakan selambat-lambatnya 6 (enam) bulan sesudah Konferensi PGRI
Provinsi dan Konferensi Kerja PGRI Provinsi terakhir diselenggarakan
selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sebelum Konferensi PGRI Provinsi.
(3)
Konferensi Kerja PGRI Provinsi dapat juga diadakan :
a.
Jika Pengurus PGRI Provinsi menganggap perlu.
b.
Atas permintaan ½ (seperdua) jumlah PGRI Provinsi yang
mewakili lebih ½ (seperdua) jumlah suara.
c.
Atas permintaan Pengurus Besar.
(4)
Dalam waktu 2 (dua) bulan sesudah salah satu dan/atau semua permintaan
tersebut dalam ayat (3) pasal ini diterima, Pengurus PGRI Provinsi wajib
menyelenggarakannya.
Pasal
68
Peserta
Peserta
Konferensi Kerja PGRI Provinsi terdiri dari:
- a. Utusan Pengurus PGRI Cabang Khusus
- b. Utusan Pengurus PGRI Kabupaten/Kota
- c. Pengurus Provinsi
- d. Utusan Pengurus Besar
- e. Wakil Pimpinan Anak Lembaga dan Badan Khusus Provinsi
- f. Wakil Pimpinan Himpunan Ikatan/Asosiasi Profesi dan Keahlian Sejenis Provinsi
- g. Badan Penasihat Pengurus PGRI PRovinsi
- h. Peninjau yang diundang oleh Pengurus Provinsi
Pasal
69
Hak
Bicara dan Hak Suara
(1)
Tiap peserta Konferensi Kerja mempunyai hak bicara.
(2)
Hak suara hanya ada pada utusan Pengurus Kabupaten/Kota.
(3)
Tiap-tiap Kabupaten/Kota mempunyai 1 (satu) suara untuk jumlah sampai dengan
2.000 (dua ribu) anggota.
(4)
Jumlah suara Kabupaten/Kota sedikitnya 1 (satu) dan sebanyak-banyaknya 5 (lima)
suara.
(5)
Ketentuan pada pasal 49 dan 57 Anggaran Rumah Tangga pada dasarnya berlaku juga
bagi pasal ini dan disesuaikan dengan tingkatannya.
Pasal
70
Kewajiban
Konferensi Kerja PGRI Provinsi
(1)
Membahas dan menilai pelaksanaan keputusan Konferensi PGRI Provinsi.
(2)
Menetapkan rencana kerja tahunan dan kebijakan yang belum ditetapkan sepanjang
tidak bertentangan dengan putusan Konferensi PGRI Provinsi.
(3)
Menentukan penggantian anggota Pengurus Harian terpilih antar waktu apabila
terjadi kekosongan.
(4)
Membahas dan menetapkan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Organisasi
(RAPBO) Pengurus PGRI Provinsi untuk tahun mendatang.
(5)
Konferensi Kerja PGRI Provinsi menjelang Kongres sedikitnya menetapkan
calon-calon Anggota Panitia Pemilihan Pengurus Besar.
BAB
XXI
KONFERENSI KABUPATEN/KOTA
KONFERENSI KABUPATEN/KOTA
Pasal
71
W
a k t u
(1)
Konferensi PGRI Kabupaten/Kota diadakan dan dipimpin oleh Pengurus PGRI
Kabupaten/Kota tiap 5 (lima) tahun sekali.
(2)
Konferensi PGRI Kabupaten/Kota Luar Biasa dapat juga diadakan :
a.
Kalau Pengurus PGRI Provinsi menganggap perlu dan disetujui Konferensi Kerja
Kabupaten/Kota.
b.
Atas permintaan ½ (seperdua) jumlah Cabang dan mewakili lebih ½ (seperdua)
jumlah suara.
c.
Atas permintaan Pengurus Provinsi.
(3)
Dalam jangka waktu 2 (dua) bulan sesudah salah satu dan/atau semua permintaan
tersebut diterima, Pengurus PGRI kabupaten/Kota wajib menyelenggarakannya.
Pasal
72
P
e s e r t a
Peserta
Konferensi PGRI Kabupaten/Kota terdiri dari :
(a)
Utusan Pengurus Ranting
(b)
Utusan Pengurus Cabang
(c)
Pengurus PGRI Kabupaten/Kota
(d)
Utusan Pengurus PGRI Provinsi
(e)
Wakil Anak Lembaga dan Badan Khusus tingkat Kabupaten/Kota
(f)
Wakil Himpunan/Ikatan/Asosiasi Profesi dan Keahlian Sejenis tingkat
Kabupaten/Kota
(g)
Badan Penasihat Pengurus PGRI Kabupaten/Kota
(h)
Peninjau yang diundang oleh Pengurus PGRI kabupaten/Kota
Pasal
73
Hak
Bicara dan Hak Suara
(1)
Ketentuan pasal 49 dan 61 Anggaran Rumah Tangga pada dasarnya berlaku juga bagi
pasal ini yang disesuaikan dengan tingkatannya.
(2)
Hak bicara ada pada semua peserta Konferensi Kabupaten/Kota.
(3)
Hak suara hanya ada pada utusan ranting dan/atau utusan perwakilan anggota
berdasar wilayah desa/kelurahan/satu unit kerja/gugus sekolah.
(4)
Setiap Ranting paling sedikit memiliki 1 (satu) suara dan paling banyak 5
(lima) suara.
(5)
Jumlah seluruh anggota di Kabupaten/Kota diwakili menjadi jumlah hak suara
dengan pembagi 20 (dua puluh).
(6)
Jumlah suara tersebut dibagi ke seluruh Ranting dan/atau desa/Kelurahan/satuan
pendidikan, gugus sekolah secara proporsional dengan pertimbangan setiap 20
(dua puluh) anggota dari setiap Ranting dan/atau desa/kelurahan/satu unit
kerja/gugus sekolah memiliki1 (satu) suara.
Pasal
74
Acara
Konferensi PGRI Kabupaten/Kota
Pada
dasarnya pasal 50 dan pasal 62 Anggaran Rumah Tangga secara mutatis dan
mutandis berlaku pula bagi pasal ini yang disesuaikan dengan tingkatannya.
Pasal
75
Panitia
Pemeriksa Keuangan
Pada
dasarnya ketentuan pasal 51 dan 63 Anggaran Rumah Tangga secara mutatis dan
mutandis berlaku juga bagi pasal ini dan disesuaikan dengan tingkatannya.
Pasal
76
Panitia
Pemeriksa Mandat dan Hak Suara
(1)
Pada dasarnya pasal 52 dan 64 Anggaran Rumah Tangga secara mutatis dan mutandis
berlaku juga bagi pasal ini dan disesuaikan dengan tingkatannya.
(2)
Jumlah anggota Panitia Pemeriksa Mandat dan Hak Suara dapat disesuaikan dengan
jumlah Cabang.
Pasal
77
Panitia
Pemilihan Pengurus PGRI Kabupaten/Kota
(1)
Pada dasarnya pasal 53 dan 65 Anggaran Rumah Tangga secara mutatis mutandis
berlaku juga bagi pasal ini dan disesuaikan dengan tingkatannya.
(2)
Panitia Pemilihan Pengurus PGRI Kabupaten/Kota diambil dari utusan Cabang
dengan jumlah sedikitnya 7 (tujuh) orang dan sebanyak-banyaknya 11 (sebelas)
orang.
(3)
Jika jumlah Cabang kurang dari 7 (tujuh), anggota Panitia Pemilihan dapat
dilengkapi keanggotaannya dari peserta yang mewakili unsur nonCabang sehingga
mencapai jumlah yang diperlukan akan tetapi anggota pelengkap tersebut tidak
boleh menjadi pimpinan Panitia.
BAB
XXII
KONFERENSI KERJA PGRI KABUPATEN/KOTA
KONFERENSI KERJA PGRI KABUPATEN/KOTA
Pasal
78
Status
dan Tugas
(1)
Konferensi Kerja PGRI Kabupaten/Kota adalah Rapat antar Pengurus PGRI Cabang
yang diselenggarakan dan dipimpin oleh PGRI Kabupaten/Kota, dan merupakan
instansi tertinggi di bawah Konferensi Kabupaten/Kota.
(2)
Konferensi Kerja PGRI Kabupaten/Kota bertugas menetapkan program tahunan dan
kebijakan organisasi sepanjang tidak bertentangan dengan keputusan Konferensi
Kerja PGRI Kabupaten/Kota.
(3)
Konferensi Kerja PGRI Kabupaten/Kota dapat menentukan pergantian anggota
pengurus harian terpilih antar waktu apabila terjadi kekosongan
Pasal
79
W
a k t u
(1)
Konferensi Kerja PGRI Kabupaten/Kota diadakan 1 (satu) tahun sekali.
(2)
Konferensi Kerja PGRI Kabupaten/Kota yang pertama pada masa bakti Pengurus PGRI
Kabupaten/Kota yang baru diadakan selambat-lambatnya 6 (enam) bulan sesudah
Konferensi PGRI Kabupaten/Kota, dan yang terakhir selambat-lambatnya 3 (tiga)
bulan sebelum Konferensi Kabupaten/Kota.
(3)
Konferensi Kerja PGRI Kabupaten/Kota dapat juga diadakan :
a.
Jika Pengurus PGRI Kabupaten/Kota menganggap perlu.
b.
Atas permintaan ½ (seperdua) jumlah Cabang yang mewakili lebih ½ (seperdua)
jumlah suara.
c.
Atas permintaan Pengurus PGRI Provinsi.
d.
Atas permintaan Pengurus Besar.
(4)
Dalam waktu 2 (dua) bulan sesudah salah satu dan/atau semua permintaan tersebut
diterima, Pengurus PGRI Kabupaten/Kota wajib menyelenggarakannya.
Pasal
80
P
e s e r t a
Peserta
Konferensi Kerja PGRI Kabupaten/Kota terdiri dari :
- Utusan Pengurus Cabang
- Pengurus PGRI Kabupaten/Kota
- Utusan Pengurus Provinsi
- Wakil Pimpinan Anak Lembaga dan Badan Khusus Kabupaten/Kota
- Wakil Pimpinan Himpunan/Ikatan/Asosiasi Profesi dan Keahlian Sejenis Kabupaten/Kota
- Badan Penasihat Kabupaten/Kota
- Peninjau yang diundang oleh Pengurus Kabupaten/Kota
Pasal
81
Hak
Bicara dan Hak Suara
(1)
Pada dasarnya ketentuan pasal 57 dan pasal 69 Anggaran Rumah Tangga berlaku
bagi pasal ini yang disesuaikan dengan tingkatannya.
(2)
Hak bicara ada pada semua peserta Konferensi Kerja Kabupaten/Kota.
(3)
Hak suara hanya ada pada utusan Cabang dengan ketentuan setiap Cabang
sedikitnya memiliki 1 (satu) suara dan sebanyak-bannyaknya 5 (lima) suara.
(4)
Pasal
82
Kewajiban
Konferensi Kerja PGRI Kabupaten/Kota
(1)
Membahas dan menilai pelaksanaan keputusan Konferensi PGRI Kabupaten/Kota.
(2)
Menetapkan rencana kerja tahunan dan kebijakan yang belum ditetapkan sepanjang
tidak bertentangan dengan keputusan Konferensi PGRI Kabupaten/Kota.
(3)
Menentukan penggantian anggota Pengurus antar waktu apabila terjadi kekosongan.
(4)
Membahas dan menetapkan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Organisasi
(RAPBO) Pengurus PGRI Kabupaten/Kota untuk tahun mendatang.
(5)
Konferensi Kerja PGRI Kabupaten/Kota menjelang Kongres sedikitnya menetapkan
calon anggota Panitia Pemilihan Pengurus Provinsi.
BAB
XXIII
KONFERENSI PGRI CABANG,
KONFERESI KERJA PGRI CABANG,
DAN RAPAT ANGGOTA PGRI RANTING
KONFERENSI PGRI CABANG,
KONFERESI KERJA PGRI CABANG,
DAN RAPAT ANGGOTA PGRI RANTING
Pasal
83
Konferensi
PGRI Cabang
(1)
Konferensi PGRI Cabang diselenggarakan dan dipimpin oleh Pengurus PGRI Cabang
tiap 5 (lima) tahun sekali pada akhir masa bakti Pengurus PGRI Cabang.
(2)
Konferensi PGRI Cabang Luar Biasa dapat juga diadakan :
- a. Kalau Pengurus Cabang menganggap perlu.
- b. Atas permintaan sekuran-kurangnya ½ (seperdua) jumlah Ranting dan/atau jumlah anggota.
- c. Atas Permintaan Pengurus PGRI Kabupaten/Kota.
d.
Atas Permintaan Pengurus PGRI Provinsi.
(3)
Peserta Konferensi PGRI Cabang
a.
Utusan Ranting dan/atau seluruh anggota
b.
Pengurus Cabang
c.
Wakil Pengurus PGRI Kabupaten/Kota
d.
Peninjau yang diundang oleh Pengurus Cabang
(4)
Semua anggota/utusan Ranting berdasarkan undangannya
mempunyai
hak bicara.
(5)
Hak suara hanya ada pada Ranting dan/atau perwakilan
anggota
berdasar wilayah desa/kelurahan/satu unit kerja/ gugus sekolah
dimana setiap 20 anggota memiliki 1 (satu) suara dan/atau
seluruh anggota cabang.
(6)
Setiap Ranting dan/atau wilayah desa/kelurahan/satu unit kerja/gugud
sekolah memiliki sedikitnya 1 (satu) suara dan sebanyak-banyaknya 5
(lima) suara.
(7)
Acara pokok Konferensi PGRI Cabang membahas dan
menetapkan
antara lain :
- a. Laporan pertanggungjawaban Pengurus Cabang
termasuk
kebijakan keuangan dalam masa
baktinya.
- b. Rencana kerja termasuk anggaran keuangan dalam masa bakti yang akan datang.
- c. Pemilihan Pengurus Cabang
(8)
Pada dasarnya segala ketentuan tentang penyelenggaraan Konferensi PGRI
Kabupaten/Kota berlaku juga bagi penyelenggaraan Konferensi PGRI Cabang dengan
disesuaikan berdasar ruang lingkup dan tingkatannya.
Pasal
84
Konferensi
Kerja PGRI Cabang
(1)
Jika Organisasi Cabang terdiri dari Ranting-Ranting maka diadakan Konferensi
PGRI Cabang yang diselenggarakan setiap tahun dan dipimpin oleh Pengurus
Cabang.
(2)
Konferensi Kerja PGRI Cabang dapat juga diadakan :
a.
Kalau Pengurus Cabang menganggap perlu.
b.
Atas permintaan ½ (seperdua) jumlah Ranting yang mewakili lebih dari ½
(seperdua) jumlah anggota.
c.
Atas permintaan Pengurus PGRI Kabupaten/Kota.
d.
Atas permintaan Pengurus PGRI Provinsi.
(3)
Dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sesudah salah satu dan/atau semua permintaan
tersebut dalam ayat (2) pasal ini diterima. Pengurus PGRI Cabang wajib
menyelenggarakannya
(4)
Peserta Konferensi Kerja PGRI Cabang :
- a. Utusan Ranting
- b. Pengurus Cabang
- c. Wakil Pengurus PGRI Kabupaten/Kota
- d. Wakil Pengurus Anak Lembaga dan Badan Khusus tingkat Cabang
- e. Wakil Himpunan/Ikatan/Asosiasi Profesi dan Keahilan Sejenis tingkat Cabang
- f. Peninjau yang diundang oleh Pengurus Cabang.
(5)
Utusan Ranting mempunyai hak bicara dan hak suara sedang peserta lainnya hanya
mempunyai hak bicara.
(6)
Jumlah suara yang ditetapkan sebagai berikut :
a.
Setiap Ranting mempunyai hak suara sekurang-kurangnya 1 (satu) suara
sebanyak-banyaknya 5 (lima) suara
b.
Setiap 20 (duapuluh) anggota berhak 1 (satu) suara.
(7)
Jika Cabang tersebut tidak mempunyai Ranting maka Konferensi Kerja PGRI Cabang
diganti dengan rapat kerja anggota yang dihadiri oleh perutusan anggota berdasar
permakilan wilayah desa/kelurahan/satu unit kerja/gugus sekolah.
(8)
Segala ketentuan tentang Konferensi Kerja secara mutatis dan mutandis berlaku
juga bagi rapat kerja anggota seperti tersebut dalam ayat (7) pasal ini dengan
disesuaikan berdasar ruang lingkup dan tingkatannya.
Pasal
85
Rapat
Anggota PGRI Ranting
(1)
Rapat anggota PGRI Ranting diadakan sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan sekali
dipimpin oleh Pengurus Ranting.
(2)
Rapat anggota PGRI Ranting dapat juga diadakan apabila :
- a. Pengurus Ranting menganggap perlu.
- b. Atas permintaan ½ (seperdua) anggota Ranting atau lebih.
- c. Atas Permintaan Pengurus PGRI Cabang
- d. Atas permintaan Pengurus PGRI Kabupaten/Kota.
(3)
Pada akhir masa bakti Pengurus PGRI Ranting, rapat anggota diupayakan agar
dihadiri oleh seluruh anggota dan rapat anggota tersebut berfungsi sebagai
forum tertinggi organisasi di tingkat Ranting.
(4)
Hak bicara dan hak suara ada pada semua anggota yang hadir.
(5)
Anggota yang tidak hadir dianggap tidak menggunakan hak bicara dan hak
suaranya.
(6)
Segala ketentuan tentang Konferensi Kabupaten/Kota secara mutatis dan mutandis
berlaku juga bagi rapat anggota tersebut dalam ayat (3) pasal ini dengan
disesuaikan berdasar ruang lingkup dan tingkatannya.
BAB
XXIV
RAPAT PENGURUS DAN PERTEMUAN LAIN
RAPAT PENGURUS DAN PERTEMUAN LAIN
Pasal
86
Rapat
Pengurus
(1)
Rapat Pengurus/Pengurus Harian disetiap tingkatan diadakan sesuai keperluan dan
sekurang-kurangnya diselenggarakan 1 (satu) bulan sekali.
(2)
Rapat Pengurus Lengkap Pimpinan Organisasi diselenggarakan sekurang-kurangnya 2
(dua) bulan sekali.
(3)
Rapat Pleno Lengkap Organisasi yang dihadiri oleh seluruh Pengurus Organisasi,
Badan Penasihat, Himpunan/Ikatan/Asosiasi Profesi dan Keahlian Sejenis,
Pimpinan Anak Lembaga, dan Pimpinan Badan Khusus diadakan sekurang-kurangnya 3
(tiga) bulan sekali.
(4)
Rapat Pengurus dapat juga diadakan atas permintaan ½ (seperdua) jumlah
anggota Pengurus Lengkap dan/atau ada hal-hal yang mendesak.
(5)
Pertemuan khusus antara berbagai pihak secara terpisah dapat diadakan sesuai
keperluan.
(6)
Dalam rapat tersebut semua anggota yang hadir mempunyai hak bicara dan hak
suara yang sama.
Pasal
87
Pertemuan
Lain
(1)
Pertemuan lain dapat diselenggarakan oleh Pengurus Organisasi di semua
tingkatan apabila diperlukan dalam upaya kelancaran pelaksanaan misi
organisasi.
(2)
Rapat Koordinasi Pimpinan PGRI Kabupaten/Kota Tingkat Nasional dilaksanakan
setiap 2 tahun sekali oleh Pengurus Besar (PB) PGRI
(3)
Rapat Koordinasi Pimpinan PGRI Cabang/Cabang Khusus Tingkat Provinsi
dilaksanakan setiap 2 (dua tahun sekali oleh Pengurus PGRI Provinsi
(4)
Rapat Koordinasi Pimpinan PGRI Ranting Tingkat Kabupaten/Kota dilaksanakan
setiap 2 (dua) tahun oleh Pengurus PGRI Kabupaten/Kota.
BAB XXV
BADAN
PENASIHAT
Pasal 88
Badan
Penasihat Pengurus Besar
(1)
Atas usul Pengurus Besar Kongres menetapkan susunan dan keanggotaan Badan
Penasihat Pengurus Besar yang sedikitnya berjumlah 9 (sembilan) orang dan
terdiri atas tokoh-tokoh di bidang pendidikan, kebudayaan, Kemasyarakatan dan
para ahli yang berkaitan dengan pendidikan, keprofesian dan ketenagakerjaan.
(2)
Badan Penasihat baik diminta atau tidak bertugas memberi nasihat dan
saran-saran kepada Pengurus Besar.
(3)
Masa bakti Badan Penasihat Pengurus Besar sama dengan masa bakti Pengurus
Besar.
Pasal
89
Badan
Penasihat Pengurus PGRI Provinsi
(1)
Atas usul Pengurus PGRI Provinsi yang baru, Konferensi PGRI Provinsi menetapkan
susunan dan keanggotaan Badan Penasihat Pengurus PGRI Provinsi yang sedikitnya
berjumlah 7 (tujuh) orang dan terdiri atas tokoh-tokoh di bidang pendidikan,
kebudayaan, kemasyarakatan, dan para ahli yang berkaitan dengan pendidikan,
keprofesian, dan ketenagakerjaan.
(2)
Badan Penasihat baik diminta atau tidak bertugas memberi nasihat dan
saran-saran kepada Pengurus PGRI Provinsi.
(3)
Masa bakti Badan Penasihat Pengurus PGRI Provinsi sama dengan masa jabatan
Pengrus PGRI Provinsi.
Pasal
90
Badan
Penasihat Pengurus PGRI Kabupaten/Kota
(1)
Atas usul Pengurus PGRI Kabupaten/Kota, Konferensi PGRI Kabupaten/Kota
menetapkan Badan Penasihat Pengurus PGRI Kabupaten/Kota yang sedikitnya
berjumlah 5 (lima) orang dan terdiri atas tokoh-tokoh pendidikan, kebudayaan,
kemasyarakatan, dan para ahli.
(2)
Badan Penasihat baik diminta atau tidak bertugas memberi nasihat dan
saran-saran kepada Pengurus PGRI Kabupaten/Kota.
(3)
Masa bakti Badan Penasihat Pengurus PGRI Kabupaten/Kota sama dengan masa bakti
Pengurus PGRI Kabupaten/Kota.
Pasal
91
Badan
Penasihat Pengurus PGRI Cabang/Cabang Khusus
(1)
Atas usul Pengurus PGRI Cabang/Cabang Khusus, Konferensi PGRI Cabang
menetapkan Badan Penasihat Pengurus PGRI Cabang/Cabang khusus yang
sedikitnya berjumlah 3 (tiga) orang yang terdiri dari tokoh-tokoh pendidikan,
kebudayaan, dan kemasyarakatan.
(2)
Badan Penasihat baik diminta atau tidak bertugas memberi nasihat dan
saran-saran kepada Pengurus PGRI Cabang/Cabang Khusus.
(3)
Masa bakti Badan Penasihat Pengurus PGRI Cabang/Cabang Khusus sama
dengan masa bakti Pengurus PGRI Cabang/Cabang Khusus.
BAB
XXVI
DEWAN KEHORMATAN ORGANISASI DAN KODE ETIK PROFESI GURU INDONESIA
DEWAN KEHORMATAN ORGANISASI DAN KODE ETIK PROFESI GURU INDONESIA
Pasal
92
Status,
Kedudukan, Tugas, dan Wewenang
(1)
Jika dianggap perlu, Badan Pimpinan Organisasi PGRI Kabupaten/Kota dapat
membentuk Dewan Kehormatan Organisasi sesuai dengan tingkatannya.
(2)
Fungsi dan tugas Dewan Kehormatan Organisasi di tingkat Cabang/Cabang Khusus
dan Ranting menjadi tanggungjawab pengurus PGRI Kabupaten/Kota.
- a. Dewan Kehormatan Organisasi bertugas memberikan saran, pendapat, dan pertimbangan kepada Badan Pimpinan Organisasi yang membentuknya tentang elaksanaan bimbingan , pengawasan, dan a. penilaian dalam pelaksanaan disiplin organisasi serta Kode Etik Guru.
- b. Pelaksanaan, penegakkan, dan pelanggaran disiplin organisasi yang terjadi diwilayah kewenangannya.
- c. Pelanggaran kode etik guru yang dilakukan baik oleh pengurus maupun oleh anggota serta saran dan pendapat tentang tindakan yang selayaknya dijatuhkan terhadap pelanggaran kode etik tersebut.
- d. Pelaksanaan dan cara menegakkan disiplin organisasi dan Kode Etik Guru, dan
- e. Pembinaan hubungan dengan mitra organisasi dibidang penegakkan serta pelanggaran disiplin organisasi serta kode etik guru.
(3)
Susunan keanggotaan Dewan Kehormatan Organisasi dan Kode Etik Profesi Guru
Indonesia terdiri dari unsur Badan Penasihat, unsur Badan Pimpinan Organisasi,
unsur Himpunan/Ikatan/Asosiasi Profesi dan Keahlian Sejenis, dan
unsur-unsur keahlian lainnya sesuai dengan keperluan.
(4)
Tata cara, tugas, wewenang, dan mekanisme kerja Dewan Kehormatan Organisasi dan
Kode Etik Profesi Guru Indonesia diatur lebih lanjut dalam ketentuan
tersendiri.
BAB
XXVII
PERBENDAHARAAN
PERBENDAHARAAN
Pasal
93
Keuangan
Organisasi
(1)
Setiap anggota wajib membayar uang pangkal dan uang iuran sebagai berikut :
a.
Uang Pangkal sebesar Rp. 10.000,00 (sepuluh ribu rupiah) bagi anggota baru dan
diserahkan ke Pengurus PGRI Kabupaten /Kota.
- b. Uang iuran anggota ditetapkan oleh Konferensi PGRI Provinsi, minimal Rp. 2.000,00 (dua ribu rupiah) setiap bulan, dengan rincian pendistribusian untuk :
1.
Pengurus Besar PGRI sebesar
Rp. 200,00
2.
Pengurus PGRI Provinsi sebesar Rp. 400,00
3.
Pengurus Kabupaten/Kota sebesar Rp. 600,00
4.
Cabang dan Ranting sebesar
Rp. 800,00
(2)
Ketentuan pembayaran iuran anggota sebagaimana tersebut pada ayat (1) huruf b
mulai dilaksanakan 6 (enam) bulan setelah kongres.
(3)
Pelaksanaan pengumpulan uang iuran untuk Pengurus Besar dan Pengurus Provinsi
diberikan tugas dan tanggung jawab kepada Pengurus PGRI Kabupaten/Kota.
(4)
Pengurus PGRI Kabupaten/Kota menyetorkan iuran untuk Pengurus Besar bersama
dengan
(5)
iuran untuk Pengurus PGRI Propivinsi kepada Pengurus PGRI Propivinsi.
(6)
Setiap 3 (tiga) bulan, semua pengurus di semua tingkatan wajib menyampaikan
catatan penerimaan iuran anggota dan disampaikan kepada Badan Pimpinan
Organisasi yang lebih tinggi kecuali Pengurus Besar yang akan menyampaikannya kepada
seluruh Pengurus PGRI Provinsi.
(7)
Setiap tahun kondisi keuangan diverifikasi :
- Pengurus Besar (PB) PGRI diperiksa oleh Badan Verifikasi Keuangan yang dibentuk oleh KONKERNAS oleh sebanyak-banyaknya 5 orang yang mewakili PGRI Provinsi.
- Pengurus PGRI Provinsi oleh Pengurus Besar (PB) PGRI
- Pengurus PGRI Kabupaten/Kota oleh Pengurus PGRI Provinsi
- Pengurus Cabang PGRI oleh Pengurus Kabupaten/Kota
Pasal
94
Kekayaan
Organisasi
(1)
Pengurus di semua tingkatan wajib mencatat dan menginventarisasikan kekayaan
organisasi.
(2)
Semua pemindahan hak, pelepasan dan pemutasian kekayaan organisasi baik berupa
barang tidak bergerak, barang bergerak, surat-surat berharga yang bernilai
diatas Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah) untuk tingkat Besar serta Provinsi
dan di atas Rp.1.000.000,00 (satu juta rupiah) untuk Kabupaten/Kota ke bawah,
wajib mendapat persetujuan Rapat Pengurus dan wajib dipertanggungjawabkan
pada forum organisasi di wilayahnya.
(3)
Ketentuan yang tertuang dalam ayat (2) pasal ini tidak menghapus kewajiban
pengurus untuk mempertanggung-jawabkan semua keuangan dan kekayaan organisasi.
(4)
Inventarisasi kekayaan organisasi menjadi bagian pertanggungjawaban Pengurus.
BAB
XXIX
P
E N U T U P
Pasal
96
(1)
Hal-hal lain yang belum diatur dalam Anggaran Rumah Tangga ini diatur dan
ditetapkan dalam peraturan organisasi oleh Pengurus Besar dan
dipertanggungjawabkan kepada Kongres.
(2)
Apabila terjadi perbedaan penafsiran atas materi Anggaran Dasar/Anggaran Rumah
Tangga, maka penafsiran yang berlaku dan sah adalah penafsiran yang dilakukan
oleh Pengurus Besar sampai ada penafsiran lain dalam Kongres berikutnya.
(3)
Anggaran Rumah Tangga ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di : Palembang
Pada tanggal : 3 Juli
2008
PENGURUS
BESAR
SELAKU
PIMPINAN KONGRES XX PGRI
Ketua,
Prof.
Dr. H. Muhamad Surya
|
Sekretaris,
Drs.
H. Soemardhi Thaher
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar